Rabu, 22 Oktober 2008

Ketika Kutemukan Cinta

Dalam keheningan Sahara Yulara*
Dalam terdamparnya jiwa yang ramai menjadi sunyi...

Kutemukan Cinta...

Cinta itu begitu melekat pada sapuan pandangan...
hinggga tiap sudutnya termakna ketulusan yang membunga jiwa

Begitu cantiknya Cinta itu terlihat, seolah Sahara bagai Swarga
Dan begitu selaras bilur Cinta itu terasa, hingga meruah menjadi makna

Wahai Sang pemilik Cinta...
Sungguh Engkau menabur Cinta tiada segan...
Engkau Ciptakan Uluru* yang tegar, besar dan memerah...
Dan kokohnya Kata Tjuta* yang memangku kaki langit Australia

Semua untuk piala piala Cinta...
Aborigin yang legam bisa singgah didalamnya
mamalia yang melata, Kangguru, dan Unta berkumpul menyatu
Semua merasakan tebaran cinta Mu

Sampailah pada sudut relung hati ini
Pemilik piala cinta yang telah usang
yang rapuh memaknai cinta dan Karunia

Wahai Pemilik Lautan Cinta...
Jadikan jiwa dan hati ini tunduk dan patuh pada kebesaran cintamu
yang kan menjadikan piala cinta ini kemilau kembali

Jadikan tatapan Sahara Yulara ini menjadi luas
seluas hati ini meraih benih akan cinta-Mu.

Dan jadikan bingkai alam ciptaanMu ini
kelak menjadi bingkai cinta yang Kau persembahkan
sebagai hadiah cantik dalam hidupku.

Mapala di Tengah Isu Lingkungan

“.…telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Al Qur`an surat ar Rum (30) : 41


Landasan Keilmuan
Secara umum, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia (karena manusia yang bikin istilah ini, kalau kucing yang bikin, pasti artinya segala sesuatu yang ada di sekitar kucing!!!). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 pasal 1, lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dengan demikian definisi lingkungan sangatlah luas karena mencakup ruang angkasa, bintang, bulan, planet dan segala benda langit lainnya termasuk bumi. Akan tetapi dalam pembahasan ini batasan tersebut dipersempit hanya sampai di bumi karena di bumilah manusia hidup (kecuali yang mengaku los Galacticos, bangsa Saiya, Cryptonian atau sejenisnya!) dan berinteraksi dengan penghuni bumi lainnya baik sesama manusia, makhluk hidup lain maupun benda-benda mati di sekelilingnya. Semua komponen tersebut membentuk suatu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan dan stabilitas yang disebut ekosistem, dengan ekologi sebagai ilmu yang mempelajarinya.

Ilmu lingkungan adalah suatu ilmu lintas disiplin yang membahas tentang interaksi kompleks yang terjadi antarekosistem di darat, air dan udara beserta kehidupan hayati dengan manusia yang menjadi elemen penting di dalamnya. Karena itu, ilmu lingkungan mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, hukum serta sains dan teknologi dengan bahasan pada keterkaitan (interrelatedness) dan keterhubungan (interconetedness) antardisiplin ilmu tersebut sehingga tervisualkan bahwa memang itulah yang nyata terjadi di alam.
Isu Lingkungan
Masalah lingkungan hidup adalah masalah yang multisumber, multipenyebab dan multidampak. Beberapa yang sangat krusial yaitu permasalahan sampah domestik dan perkotaan, limbah industri, menurunnya kualitas ekosistem, polusi di perairan dan teresterial, pemanasan global dan isu perubahan iklim serta yang tak kalah penting adalah kenyataan betapa rendahnya perilaku dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.

Paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan terjadinya distribusi sumberdaya alam yang tidak adil. Selama ratusan tahun negara-negara di belahan bumi utara telah dimakmurkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang terjadi di belahan bumi selatan melalui kolonialisme. Eksploitasi sumberdaya alam secara masif dan dilakukan secara destruktif tersebut dilakukan untuk memasok bahan baku bagi proses industrialisasi yang berlangsung di negara-negara utara demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Proses ketidakadilan dalam eksploitasi dan distribusi sumber daya telah menyebabkan marjinalisasi masyarakat serta kerusakan lingkungan hidup di negara-negara selatan.

Dalam hal tersebut, lingkungan hidup ditafsirkan secara konvensional yaitu dianggap sebagai obyek. Perspektif ini memandang dan menempatkan lingkungan hidup sebagai obyek yang berkonotasi komoditas dan dapat dieksploitasi untuk menunjang pembangunan semata. Skala pragmatisme serta pendekatan dan tujuan yang didominasi oleh metodologi positivisme atas esensi lingkungan hidup telah menjadi racun bagi skala kerusakan dan dampak bawaan lingkungan hidup. Padahal esensi lingkungan hidup merupakan kehidupan yang melingkupi tata dan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnnya. Tata dan nilai yang menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan sumberdaya alam dan keadilan sosial bagi kehidupan manusia saat ini dan generasi yang akan datang.

Menyadari betapa kompleksnya permasalahan lingkungan tersebut maka usaha apapun untuk mengatasinya tidak akan pernah berhasil hanya dengan mengandalkan pada satu disiplin ilmu semata, satu paradigma berpikir atau satu aspek saja, melainkan haruslah merupakan sebuah upaya komprehensif antardisiplin terkait.
Mapala = mahasiswa pecinta alam, manusia pecinta alam, masyarakat pecinta alam???
Dalam berkegiatan, mapala memiliki tiga visi yaitu petualangan, pengabdian pada masyarakat dan konservasi lingkungan. Visi konservasi lingkungan dan pengabdian pada masyarakat inilah yang dituntut untuk lebih ditonjolkan sehingga manfaat kegiatan kepencintaalaman bermanfaat positif bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian maka mapala benar-benar menempatkan dirinya sebagai agen yang rela memperhatikan alam dan mengorbankan kepentingan pribadinya. Dalam prakteknya tentu manusia tidak bisa menafikkan bahwa dirinya harus mengambil manfaat dari alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi hal itupun seharusnya dilakukan tanpa mengeksploitasi alam habis-habisan.

Terlepas dari berbagai konotasi negatif yang timbul (pasti udah pada tau!), pecinta alam mempunyai satu peran penting dalam membina generasi muda untuk peduli terhadap alam seperti kegiatan penghijauan atau aksi bersih kali. Aktualisasi peran mapala dalam merespons isu-isu lingkungan tersebut sekaligus menepis tudingan bahwa mapala hanya berkutat dengan kegiatan petualangan. Namun, dalam tataran politik, pecinta alam cenderung apolitis dalam tataran gerakan lingkungan. Secara keseluruhan pecinta alam belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan yang dinamis, sepertinya belum ada satu pemikiran taktis gerakan pecinta alam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan. Lebih jauh lagi, masih sedikit aksi-aksi advokasi dari para mahasiswa pecinta alam untuk masalah lingkungan. Dalam hal ini, kebanyakan mapala masih terkesan apatis untuk melakukan advokasi misalnya bagi korban pencemaran lingkungan ataupun penolakan untuk rencana pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Padahal bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk membangun sebuah sinergi gerakan dari para pecinta alam baik itu mahasiswa pecinta alam, siswa pecinta alam ataupun kelompok – kelompok pecinta alam lainnya untuk masa depan lingkungan hidup karena masalah lingkungan adalah permasalahan bersama. Harapan yang ingin dicapai tentunya adalah timbul korelasi yang positif antara banyaknya pecinta alam dengan kelestarian alam ini, bukan sebaliknya.

Konferensi tingkat tinggi diselenggarakan di berbagai negara, kebijakan sudah dicanangkan, hukum dan undang-undang telah dibuat, namun masalah lingkungan terus saja berlangsung dengan skala yang makin meningkat hingga sekarang. Kini, apa yang dapat Anda dan kita bersama lakukan untuk mengatasinya?


sepi ing pamrih
ramé ing gawé
mamayu hayuning buwono
. . . . .

You Tube....