Selasa, 21 Oktober 2008

WWF: Kutub Utara Mencair, Percepat Komitmen Iklim











Fakta bahwa lapisan es kutub utara mungkin mencair seluruhnya pada puncak musim panas tahun ini merupakan bukti efek pemanasan global yang tidak dapat dicegah. Karena itu, organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) mendesak komitmen baru untuk mengatasi perubahan iklim segera disepakati. WWF menyatakan hasil pemantauan terakhir menunjukkan bahwa saat ini luas lapisan es di kutub utara telah berada pada titik terendah kedua sepanjang sejarah. Pada puncak musim panas, kutub utara bisa saja benar-benar bebas es jika laju mencairnya es tak dapat dicegah. "Jika Anda menghitung berdasarkan laju pencairan itu, mungkin luas lapisan es tahun ini akan lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak pemantauan dilakukan," ujar Martin Sommerkorn, penasihat senior iklim program Arktik WWF. Ia mengatakan, tahun ini mungkin untuk pertama kalinya perairan Arktik dapat dilalui kapal dengan bebas di musim panas. Es mungkin benar-benar mencair sepenuhnya termasuk di daerah Northwest Passage di Amerika Utara dan Northeast Passage di Rusia yang selama musim panas biasanya masih terhubungkan es. Pusat Data Salju dan Es AS menunjukkan luas laisan es berada pada titik terendah kedua sepanjang sejarah pada awal September 2008. Luas lapisan es masih mungkin terus berkurang hingga musim panas berakhir. Bulan lalu, ilmuwan dari Universitas Trent Kanada melaporkan bahwa beting es seluas Kota Manhattan pecah dan terlepas dari Pulau Ellesmere yang ada di Arktik bagian utara. Hal tersebut menunjukkan menipisnya lapisan es sehingga tidak kuat menopang seluruh bagian beting es. "Hal tersebut juga menjadi tanda bahwa spesies seperti beruang kutub sedang menghadapi pengaruh negatif akibat perubahan iklim," ujar Sommerkorn. Perubahan ini juga berdampak pada penduduk yang tinggal di sekitar Arktik yang sebagain hidupnya tergantung pada keberadaan beruang kutub. Lapisan es di Arktik mengalami dinamika sepanjang tahun, mencair saat musim panas dan kembali membeku di musim dingin. Sebagain kawasan Arktik memang berupa lautan beku yang dikelilingi daratan di sekitarnya. Dari tahun ke tahun, laju pencairan es lebih tinggi daripada laju pembekuannya kembali. Artinya semakain banyak cairan yang dilepaskan dari kutub utara ke lautan lepas sehingga turut menyumbang kenaikan muka air laut di seluruh dunia. Berkurangnay luas laisan es juga turut meningkatkan suhu atmosfer. Sebab, es lebih banyak memantulkan cahaya Matahari daripada menyerap seperti air laut. "Jika es hilang, perairan Arktik akan menyerap lebih banyak panas sehingga menambah pemanasan global," ujar Sommerkorn. Pemanasan global tak hanya dihadapi Arktik namun juga seluruh wilayah di permukaan Bumi.
Dengan alasan itu, WWF mendesak pembicaraan mengenai kesepakatan baru berbagai negara untuk mengatasi perubahan iklim harus dipercepat. Protokol Kyoto yang sekarang menjadi pegangan bersama akan berakhir tahun 2012. Kesepakatan baru untuk melakukan langkah lebih baik harus dapat disepakati seusia rencana pada konvensi yang akan digelar di Kopenhagen, Denmark, pada Desember 2009.

Cegah Perubahan Iklim, Kurangi Makan Daging






Salah satu isu yang masih hangat pada 2008 ini adalah perubahan iklim. Bergulirnya isu tersebut membuat orang di dunia berbondong-bondong memperbaiki gaya hidupnya.
Perubahan iklim telah menyebabkan kerusakan alam yang miris, seperti mencairnya es-es abadi di Kutub Utara. Sejumlah ahli di dunia bahkan memprediksi lapisan es abadi di Kutub Utara mungkin hilang sama sekali tahun ini.
Jika kondisi tersebut benar-benar terjadi, kenaikan muka air laut akibat pencairan es besar-besaran tidak dapat dicegah. Banjir mengancam kawasan pesisir seluruh dunia. Kenaikan suhu atmosfer juga ditengarai memicu badai makin sering dan kuat sehingga meningkatkan risiko ancaman kerusakan.
Untuk mencegah hal tersebut bisa dilakukan dengan sederhana asal disadari semua orang. Pakar iklim dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), salah satu badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rajendra Pachauri, berhasil menemukan hal yang sangat sederhana untuk memperlambat efek perubahan iklim di dunia.
Menurut dia, mengurangi konsumsi daging dapat mereduksi efek tersebut. Dia mengatakan setiap orang harus rela meluangkan satu hari dalam seminggu, hidup tanpa asupan daging.
"Jangan makan daging satu hari dalam satu minggu secara rutin, itu akan mereduksi efek tersebut," ujarnya. Pria vegetarian berusia 68 tahun itu menuturkan diet ini sangat penting karena akan mengurangi jumlah ternak.
Sebab, menurut Badan Pangan Dunia (FAO), usaha peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca secara langsung sebesar 18 persen dari proses pengolahan hingga pemotongan serta gas buang ternak yang mengandung methan. Pengendalian ternak bakal memberikan dampak signifikan.

Dampak Polusi Asia Di Amerika





Kalangan ilmuwan mengkhawatirkan polusi di Asia dapat merusak pola cuaca di sepanjang Pasifik Utara, memperparah pemanasan global, dan mengurangi curah hujan di Amerika Barat.
Menurut laporan yang dipublikasikan di Journal of Geophysical Research, lebih dari 10 miliar pons polutan di udara yang berasal dari Asia, mencapai wilayah Amerika Serikat tiap tahunnya dan diperkirakan bakal memburuk.
Para pejabat China telah mengeluarkan peringatan polusi di negerinya dapat meningkat menjadi empat kali lipat dalam 15 tahun ke depan.
Di tengah belum pastinya siapa yang paling bertanggung jawab, beberapa pihak mengatakan bahwa polusi 'buatan' Asia dapat mengganggu pola cuaca di sepanjang Pasifik Utara, memperparah pemanasan global, dan mengurangi curah hujan di daerah Amerika Barat.


"Polusi aerosol dari Asia Timur berefek besar bagi belahan dunia ini karena adanya transportasi jarak jauh," sebut laporan tersebut.
Laporan itu mengatakan zat polutif menyebar ke troposfer teratas (lapisan paling bawah dari atmosfer) melalui Asia dan terbawa angin menuju Amerika dalam hitungan satu pekan atau kurang menanggapi problem ini, National Academies of Science di bawah perintah Enviromental Protection Agency, NASA, National Oceanic and Atmospheric Administration, dan The National Academies of Science, telah membentuk sebuah panel untuk meneliti masalah ini beserta efeknya. Laporan panel ini akan dilaporkan musim panas mendatang.
Konsentrasi yang paling utama dalam polusi udara ini adalah merkuri, salah satu zat polutif berbahaya yang berasal dari beratus-ratus pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik di China dan di berbagai daerah Asia lainnya. Sebuah studi memperkirakan merkuri tersebut sudah mengontaminasi Sungai Willamette di Oregon dengan China sebagai pemasok utamanya.

Studi lain yang dilakukan oleh National Academies of Science melaporkan 30 persen merkuri tersebut terendap di belahan bumi Amerika yang berasal dari pembuangan pesawat udara, dengan konsentrasi merkuri tertinggi berada di Alaska dan di negara bagian sebelah barat lainnya.

Bagi Amerika, polusi dari Asia ini membuat mereka harus memperketat standar kualitas udara.

Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

PEMANASAN GLOBAL
DAN
PERUBAHAN IKLIM

Jika anda ingin mengirimkan komentar, pertanyaan atau menginginkan informasi lanjut,
silahkan menghubungi kami: jpicclimatechange@yahoo.co.uk



Dampak Perubahan Iklim Pada Kehidupan
Pengantar

Arikel kecil ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang gamblang mengenai Perubahan
Iklim dan Pemanasan Global; juga dimaksudkan untuk menyampaikan masalah tersebut kepada
anda baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Diharapkan bahwa buku kecil ini membantu
anda untuk memahami dengan lebih baik kompklexitas permasalahan tersebut dan perlunya
tindakan nyata untuk menyelamatkan planet kita ini.
Kami menyertakan juga sejumlah sumber dari Kitab Suci dan Teologi untuk digunakan dalam
kelompok kerja dan komunitas serta sejumlah sumber lain demi pendidikan dan pembinaan
lanjutan anda sendiri. Buku kecil ini bukanlah suatu jawaban tuntas atas seluruh permasalahan
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, tetapi baiklah menggunakannya untuk mengetahui ke
mana anda mencari informasi agar selangkah demi selangkah maju untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Artikel kecil ini akan berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa itu pemanasan global dan perubahan iklim?
Apa saja penyebab dari pemanasan global:
• Apa akibatnya bagi keadilan sosial?
• Apa dampaknya?
Mengapa kaum religius harus memperhatikannya dan terlibat?
Apa yang dikatakan iman kita berkaitan dengan lingkungan hidup?
Apa yang dapat kita kerjakan sekarang?
Apa itu perubahan iklim dan pemanasan global?
Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas
rumah kaca – terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas
tersebut tidak berfungsi.
Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya
bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon
dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti
rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada
sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca
menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C.
Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer
bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah
mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%.
Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi.
Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa
pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari
bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
• Perubahan Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21.
• Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam setudi mutakhir memperlihatkan bahwa
masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia.
• Pemasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya.
Sebagian besar setudi tentang perubahan iklim sepakat bahwa sekarang kita menghadapi
bertambahanya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin


sudah terjadi sekarang. Pada bulan Desember 1977 dan Desember 2000, Panel Antar Pemerintah
Mengenai Perubahan Iklim, badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan, mengajukan sejumlah
pandangan mengenai realitas sekarang ini:
• Bencana-bencana alam yang lebih sering dan dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin
topan, siklon dan kekeringan akan terus terjadi. Bencana badai besar terjadi empat kali lebih
besar sejak tahun 1960.
• Suhu global meningkat sekitar 5 derajat C (10 derajat F) sampai abad berikut, tetapi di
sejumlah tempat dapat lebih tinggi dari itu. Permukaan es di kutub utara makin tipis.
• Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon dari pohon-pohon, juga menghilangkan
kemampuan untuk menyerap karbon. 20% emisi karbon disebabkan oleh tindakan manusia
dan memacu perubahan ilim.
• Sejak Perang Dunia II jumlah kendaraan motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680
juta; kendaraan motor termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya
emisi carbon dioksida pada atmosfer.
• Selama 50 tahun kita telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber energi
yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50% dari hutan dunia.



Apa yang menyebabkan pemanasan global?

Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah
kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang
umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta
pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi
metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan
ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam
Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif
yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan
vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat
emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara
bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70%
energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar
fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras
habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi
yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah,
dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar
fosil dan energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon
bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga
mempengaruhi kesuburan tanah.
Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan
tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah
kaca sebesar 50%, demikian Panel Inter Pemerintah. Jika tidak melakukan apa-apa maka hal-hal
berikut akan membawa dampak yang merusak:


Sejumlah konsekuensi:

• Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak luas bagi manusia; terutama bagi
penduduk yang tinggal di dataran rendah, di daerah pantai yang padat penduduk di banyak
negara dan di delta-delta sungai. Negara-negara miskin akan dilanda kekeringan dan banjir.
Salah satu perkiraan adalah bahwa sekitar tahun 2020 sekitar _ penduduk dunia terancam
bahaya kekeringan dan banjir. Negara-negara miskin akan menderita luar biasa akibat
perubahan iklim – sebagian karena letak geografisnya dan juga karena kekurangan sumber
alam untuk penyesuaian dengan perubahan dan melawan dampaknya.
• Manusia dan spesies lainnya di planet sudah menderita akibat perubahan iklim. Proyeksi
ilmiah menunjukkan adanya peluasan dan peningkatan penderitaan, misalnya, tekanan
panas, bertambahnya dan berkembangnya serangga yang menyebabkan penyakit tropis baik
di utara maupun selatan katulistiwa. Juga adanya rawan pangan yang makin menignkat.
• Biaya tahunan untuk menangkal pemanasan global dapat mencapai 300 miliar dollar, 50
tahun ke depan jika tidak diambil tidakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Jika
pemimpin politik kita dan pembuat kebijaksanaan politik tidak bertindak cepat, dunia
ekonomi akan menderita kemunduran serius. Selama dekade lalu bencana alam telah
mengeruk dana sebesar 608 milliar dollar.
• Wakil PBB untuk Program Lingkungan Hidup mengemukakan pada Konvensi Kerangka
Kerja PBB pada Konferensi Perubahan Iklim ke-7 di Maroko November 2001 bahwa panen
makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 30% seratus tahun
mendatang akibat pemanasan global. Mereka cemas bahwa para petani akan beralih tempat
olahan ke pegunungan yang lebih sejuk, menyebabkan terdesaknya hutan dan terancamnya
kehidupan di hutan dan terancamnya mutu serta jumlah suplai air. Penemuan baru ini
menunjukkan bahwa sebagian besar dari rakyat pedesaan di negara berkembang sudah
mengalami dan menderita kelaparan dan gizi buruk tersebut.

Pengungsi akibat lingkungan hidup sudah berjumlah 25 juta di seluruh dunia
Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi:
• Apakah ada sesuatu yang baru dari semua ini bagi anda?
• Apa dampak dari fakta-fakta di atas untuk anda?





Keadaan genting dari planet kita sekarang ini disebabkan oleh konsumsi berlebihan, bukan oleh
80% penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi
86% dari seluruh sumber alam dunia



Apa yang diajarkan oleh iman kita?

Suatu Teologi yang efektif perlu dilandasi pada pengetahuan ilmiah tentang luas dan kompleksnya
perjalanan alam semesta.
St. Bonaventura mengikuti pengalaman St. Fransiskus megembangkan suatu teologi yang disebut
Sakramentalitas Ciptaan, yakni, jejak-jejak Kristus dalam dunia ciptaan. Dunia dihuni oleh yang
kudus. Semua makhluk ciptaan adalah suatu tanda dan pewahyuan Pencipta yang meninggalkan
jejak-Nya di mana-mana. Merusak dengan sengaja ciptaan berarti merusak gambar Kristus yang
hadir dalam segenap ciptaan.Kristus menderita tidak saja ketika manusia mengabaikan hak-haknya
dan dieksploitasi tetapi juga ketika laut, sungai dan hutan dirusakkan. Ketika ciptaan diakui sebagai
sakramen, yang menyatakan dan membawa kita kepada Allah, maka relasi kita dengan orang lain
juga ditantang untuk beralih dari dominasi dan kuasa ke rasa hormat dan takzim.


Mengapa kaum religius harus memperhatikan dan terlibat dalam masalah-masalah ekologi? Bumi
memiliki kekuatan besar untuk menanggung derita, tetapi hal itu tidak dapat terus menerus kalau
kita tidak menghendaki bahwa kemanusiaan di masa depan berada dalam bahaya. Kita sekarang
berada dalam posisi untuk melakukan sesuatu.
Dokumen Kepausan yang secara khusus berbicara tentang lingkungan dan masalah-masalah
pembangunan berjudul, “Berdamai dengan Allah Pencipta, berdamai dengan segenap ciptaan” (1
Januari 1990) menegaskan bahwa setiap orang Kristen mesti menyadari bahwa tugas mereka
terhadap alam dan ciptaan merupakan bagian esensial dari iman mereka (no.15).
Allah sang pemilik dunia tidak saja mendesak kita untuk memperhatikan keadilan sosial, yakni
relasi yang baik antara masyarakat, tetapi juga keadilan ekologis, yang berarti relasi yang baik
antara manusia dengan ciptaan lainnya dan dengan bumi sendiri. Sekarang ciptaan diakui sebagai
satu komunitas makhluk ciptaan dalam kaitan relasi dengan yang lain dan dengan Allah
Tritunggal. Keutuhan ciptaan adalah bagian esensial dari semua tradisi iman dan merupakan hal
penting karena dengannya dialog, kerja sama dan saling pengertian dapat dibangun.
Gereja dan kelompok antar-agama tentang perubahan iklim telah lama terlibat. Dalam atmosfer
ekumenis, kita harus merangkul sesama Kristen seperti juga non-Kristen untuk bekerja demi hal tersebut.
Inilah tantangan untuk kita di dunia masa kini:
• Kita mesti dapat membaca tanda-tanda zaman
• Kita belajar untuk mengambil disposisi bagi discerment.
• Kita memiliki sumber-sumber dan membangun jaringan kerja dan jaringan komunikasi
untuk menyampaikan pesan-pesan dan peringatan akan pemanasan global.
• Kita, melalui spiritualitas dan kharisma kita, memiliki komitmen pada rekonsiliasi dan
pemulihan keselarasan.
• Kita dipanggil untuk menjalankan peran profetis.
• Kita berasal dari masyarakat yang mengenal etika kesejahteraan umum dan etika solidaritas
dengan mereka yang menderita dan yang membutuhkankah perhatian.
Tugas kita sebagai religius adalah mengkontemplasikan keindahan dan kehadiran Allah dalam
segala sesuatu. Kontemplasi tersebut dapat membimbing kita kepada metanoia, pertobatan hati,
yang merupakan tempat yang bagus bagi kita semua untuk mulai menanggapi krisis planet kita,
krisis rumah kita, ciptaan Allah, ketika memasuki milenium baru ini.
Bagaimana tanggapan kita bergantung pada di mana kita hidup. Bagi mereka yang hidup dalam
masyarakat dan negeri-negeri yang ditandai konsumerisme dan materialisme, cara untuk hidup
dalam harmoni dengan ciptaan akan berbeda dengan mereka yang hidup dalam masyarakat dan
negeri di mana kebutuhan untuk hidup secara manusiawi sulit ditemukan.




Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi:
• Mengapa religius mesti terlibat dalam problem ekologi?
• Apakah ada alasan lain mengapa religius mesti terlibat?
• Sikap apa yang anda jumpai dalam diri sesama saudara dan saudari berkaitan dengan masalah lingkungan hidup?

Menuju Etika Lingkungan Kristiani
Elemen penting dari etika solidaritas mencakup:
• Pengakuan akan keluhuran ciptaan.
• Memasukan lingkungan hidup sebagai satu aspek dari kesejahteraan umum
• Membangun struktur lembaga bagi kesejahteraan umum
• Memperhatikan hubungan antara lingkungan dan pembangunan



Etika lingkungan yang mumpuni mesti mengintegrasikan ke dalamnya strategi pengembangan
ekonomi yang seimbang dengan lingkungan.

Hal pokok bagi etika adalah pengakuan akan yang lain dan tanggungjawab saya terhadap yang lain
Mengakui yang lain sebagai independen dan bernilai mendorong saya untuk menyesuaikan sikap
saya agar menaruh hormat pada sesama. Mereduksi makhluk non-manusia lainnya hanya sebagai
instrumen telah menyebabkan degradasi massal pada lingkungan hidup. Visi Kitab Suci, St.
Fransiskus, Hildegard dari Bingen dan banyak mistikus lainnya mengemukakan bahwa setiap
ciptaan memiliki dimensi moralnya sendiri, dikasihili oleh Allah.

Kita menyadari bahwa ada kesejahteraan umum internasional yang melampaui batas-batas local dan nasional
Perhatian terhadap laut, hutan, udara, binatang, ikan dan spesies tumbuhan sekarang ini tidak cuma
menjadi keprihatinan suat negara dan pemerintahannya. Masalah lingkungan mewajibkan kita
untuk merumuskan kembali kesejahteraan umum dalam lingkup gelobal.
Bila kita mengkonsumsi sumber alam kita lebih cepat dari proses penggantiannya atau
menghaburkan sumber-sumber alam yang tidak ada gantinya tanpa mempedulikan kebutuhan
generasi mendatang maka kita merampok modal mereka. Leonardo Boff berbicara tentang
kemanusiaan sebagai kesadaran akan bumi. Model refleksi seperti ini membantu kita untuk
mengevaluasi kembali keterkaitan seluruh ciptaan. Sementara manusia mempunyai tempat khas
dan peranan dalam keseluruhan rencana Allah bagi alam semesta, maka manusia tidak dapat
bertahan hidup tanpa relasi yang sehat dengan lingkungan sekitarnya. Manusia butuh ciptaan
lainnya agar hidup sementara ciptaan lainnya sebenarnya tidak membutuhkan manusia.
Sekarang ini perlu mengembangkan struktur yang dapat melindungi lingkungan global. Maksudnya
mengembangkan dan mendukung lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan persetujuan
internasional seperti Protokol Kyoto.

Masalah Lingkungan melampuai kompetensi negara masing-masing bangsa
Apa yang dapat kita kerjakan SEKARANG?
Keutuhan lingkungan yang nyata hanya akan dicapai dengan upaya terpadu dari semua pihak
Krisis lingkungan pada dasarnya adalah krisis nilai. Kita membutuhkan suatu model sikap untuk
melihat dunia secara berbeda.Lepas dari perubahan-perubahan yang ada kita dapat mulai dari gaya
hidup kita sebagai landasan, hal ini penting karena kita bekerja demi mengubah kebijaksanaan pada
level internasional dan nasional. Hal tersebut mencakup pangggilan kepada pertobatan ekologis
(bdk. Yohanes Paulus II, 17 Januari 2001), memperdalam pemahaman kita akan perubahan iklim
dan masalah-masalah ekologis. Pendidikan diperlukan agar masyarakat waspada tidak saja
terhadap lingkungan yang mengancam planet tetapi juga waspada terhadap mysteri yang mendasari
eksistensi planet.

Apa yang dapat dikerjakan kaum religius? Di sini diajukan sejumlah ide:
• Kaum religius dapat merancang cara melindungi sumber-sumber alam. Komitmen kita
terhadap gaya hidup kelompok merupakan peluang untuk memimpin upaya konservasi dan
daur ulang.
• Sejumlah orang dari kita yang memiliki pengetahuan lebih tentang komplexitas situasi
tersebut mungkin bahkan sudah mengubah gaya hidup dan terlibat dalam aksi politik demi
perubahan.
• Bagi yang lain, informasi dalam buku kecil ini mungkin suatu langkah awal untuk
memahami urgensi dari persoalan lingkungan
• Kaum religius senantiasa punya kontak dengan LSM yang berkiprah dalam bidang
lingkungan dan hal itu memungkinkan adanya kerja sama dalam sejumlah proyek atau
kampanye yang mereka jalankan. Periksalah jaringan aksi iklim global di website bagi
LSM di tempat anda yang menfokuskan diri pada perubahan iklim.
• Undanglah ahli lingkungan untuk berbicara di komunitas anda.
• Bekerja dengan kelompok tak punya tanah, pengembara, pengungsi, penduduk asli dan
dukunglah upaya mereka demi adanya tanah, air, hutan, dll
• Apa lagi...?


Apakah anda tahu bahwa untuk pertama kali dalam sejarah kita memiliki persetujuan yang
mengikat secara hukum (Protokol Kyoto) berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup, untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca. Tetapi agar menjadi operasional, hal tersebut mesti diratifikasi
oleh 55 negara (sampai saat ini ada 46 negara). Juga, ratifikasi itu mesti mencakup negara
penghasil 55% emisi gas rumah kaca dunia, yang berarti bahwa negara-negara inustri besar harus
meratifikasinya. Saat ini hanya sedikit negara industri besar yang meratifikasinya.



Secara pribadi dan komunitas kita dapat mempraktekkan tiga hal berikut:

Daur Ulang/menggunakan kembali:
• Memperhatikan kebiasaan konsumen, dan membeli atau menggunakan barang-barang yang
tidak dipaket. Mencari merk yang memperhatikan lingkungan dan sabun-sabun dan agenagen
pembersih.
• Mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik, kupasan buah segar dan sayur
mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng.
• Mulailah dengan membuat kompos. Tambahkan cacing dan juga daun-daun, ranting-ranting
dan kotoran dari kebun dan kompos itu akan menjadi pupuk alam untuk tanah.
• Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang bahanbahan
sisa dan alat-alat elektro seperti tv dan komputer.
• Apa lagi ...?

Mengurangi
• Hemat dalam menggunakan air
• Mengurangi pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang
• Mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol dan
menggunakan energi efisien.
• Mengurangi penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi.
• Apa lagi...?

Mengingatkan
• Pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi
pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap relevan.
• Mendorong pengusaha setempat agar mengurangi produk-produk paket.
• Mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya dalam
system yang efisien.
• Mengingatkan pemerintah akan komitmen mereka pada deklarasi dan protokol-protokol
demi lingkungan hidup
• Mengingatkan siapa saja agar hidup sederhana di bumi ini dan mengingatkan agar selalu
menggunakan dan mendaur ulang barang yang digunakan.
• Apa lagi...?
Untuk terlibat dalam mempromosikan Piagam Bumi maka tersedia dalam pelbagai bahasa.
Hubungi: http://www.earthcharter.org
Hubungi departemen lingkungan hidup dan politisi di negeri anda. Tanyakan apa yang mereka
kerjakan berkaitan dengan persetujuan Protokol Kyoto. Jika anda tinggal di AS, yang
mengundurkan diri dari Protokol Kyoto, tulislah ke Presiden dan mintalah padanya untuk
mempertimbangkan kembali agar menyepakati Protokol tersebut. Hubungi koordinator lokal PBB
(biasanya ada di kantor bagian pengembangan PBB di negeri anda, untuk mengetahui proyek apa
saja yang dijalankan PBB di negeri anda berkaitan dengan perubahan iklim. Daftar negara yang
sudah dan belum meratifikasi Prtokol-Protokol ada pada: http://www.unfcc.int
Untuk doa dan refleksi
Ketika selesai membaca buku kecil ini kami menganjurkan anda berkumpul dalam komunitas anda
atau dengan sahabat-sahabat untuk suatu refleksi dan doa bersama. Aturlah tempat untuk
doa...semangkuk air, lilin, tanah


Ajakan untuk berdoa:
Menjaga lingkungan hidup berarti ajakan untuk memperhatikan semua ciptaan dan untuk menjamin
kegiatan manusia, sambil mengolah alam, manusia tidak merusak keseimbangan dinamika yang ada
di antara semua makhluk hidup yang bergantung pada tanah, udara dan air bagi keberadaannya.
Isyu lingkungan hidup telah menjadi inti pemikiran sosial, politik dan ekonomi karena degradasi
yang seringkali menyebabkan penderitaan kelompok miskin dari masyarakat. Resiko akibat
perubahan iklim dan bertambahnya bencana alam mendorong untuk mempersoalkan kembali
keyakinan masyarakat modern. Berkembangnya gap antara kaya dan miskin tidak boleh membuat
orang acuh tak acuh dan mencegah penggunaan berlebihan sumber-sumber alam dan mencegah
percepatan hilangnya spesies-spesies. (Cardinal Fracis Xavier Nguyen Van Thuan, Presiden
Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian).


Doakan bersama-sama Mzm 148 ay 1-10.
Mengambil waktu untuk berdiam diri sambil merefleksikan pertanyaan-pertanyaan berikut:
Ketika anda membaca buku kecil ini apa yang sungguh mengesankan bagi anda?
Sikap apa yang muncul dalam diri anda?
Apa anda pernah memperhatikan tanda-tanda pemanasan global di tempat anda hidup?
Apakah dokumen kongregasi anda (Konstitusi, Hasil-Hasil Sidang, dll) mengacu kepada
penghormatan terhadap ciptaan?
Apakah Konferensi Uskup membuat pernyataan berkaitan dengan pemanasan global?
Apa juga Konferensi Uskup juga mengingatkan hal itu kepada Gereja lokal?
Ajakan untuk aksi:
Tindakan nyata mana yang akan anda ambil untuk menindaklanjuti konsern anda pada pemanasan
global?


Doa Penutup
Segala pujuan bagi-Mu ya Tuhanku, melalui segala yang telah Kauciptakan. Pertama-tama,
Saudara Matahari yang membawa terang siang...betapa indah dia, bertapa bercahaya dalam segala
sinarnya. Dia memperlihatkan keserupaan dengan Engkau yang mahatinggi. Segala pujian bagi-
Mu ya Tuhanku, karena Saudari Bulan dan Bintang-Bintang: Engkau menciptakan mereka di
langit, bersinar, luhur dan indah. Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku, karena saudari air, amat
berguna dan merendah, luhur dan indah. Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku karena saudara api
dengannya Engkau menerangi malam... Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku karena Saudari Bumi,
ibu kami, yang memberi kami makan dan menghasilkan aneka buah-buahan dengan bunga-bunga
indah serta rerumputan. Pujian dan Berkat Tuhanku dan bersyukurlah kepada-Nya, dan layanilah
Dia dengan rendah hati.
Ringkasan dari Kidung Sang Surya (Fransiskus Assisi)
Untuk informasi dan agar anda mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai masalah ini
dan apa yang harus anda buat:
Sejumlah website dan sumber-sumber lainnya (dalam pelbagai bahasa)
1. Greenpeace : http://www.greenpeace.org/
2. Climate Voice : http://www.climatevoice.org/
3. “Earth Charter” : http://www.earthcharter.org/
4. Friends of the Earth : http://www.foei.org/
5. Planet Ark : http://www.planetark.org/index.cfm
6. International Institute for Sustainable Development : http://www.iisd.ca/
7. Union of Concern Scientist: http://www.ucsusa.org/warming/index.html
8. UN Framework Convention on Climate Change: http://www.unfccc.int
9. World Wildlife Fund: (penjelasan sederhana mengenai perubahan iklim dalam empat bahasa):
http://www.panda.org/resources/publications/climate/crisis/crisis.htm
10.UN Environment Program : http://www/unep.org
11.UN Development Program: http://www.undp.org
12.Food and Agricultural Organisation: http://www.fao.org
13. Aliance for Religous and Conservation: http://www.religionandconservation.org
14. Climate Action Network: http://www.climatenetwork.org
15. World Council of Churches Climate Change Programme: David G. Hallman, WCC Climate
Change Programme Coordinator, c/o The United Church of Canada, 3250 Bloor Street West,
Toronto, ON, Canada M8X 2Y4. Telp. 1-416-231-5931 – Fax. 1-416.231.3103 – Email:
dhallman@sympatico.ca
Sumber-sumber dalam aneka bahasa:
Jerman :
http://www.hamburger-bildungsserver.de/welcome.phtml?unten=/klima/infpthek.htm
http://www.klimaschutz.de/kbklima/
http://www.klimabuendnis.at/daskb/index.html
http://www.treibhauseffekt.com/
Spanyol
http://www.pangea.org/personasenaccion/
http://www.ine.gob.mx/
http://www.lareserva.com/
Perancis
http://www.agora21.org/mies/chan-clim1.html
http://www.fr.fc.yahoo.com/r/rechaufement.html
Teks-Teks Kitab Suci
Kejadian : 1:1-2:3; 9:9-11
Keluaran : 3:7-10; 15:22-27; 23:10-12
Imamat : 25:1-24
Kebijaksanaan: 11:24-26
Yesaya : 11:1-9; 40:12-31
Daniel : 3:57dst
Mazmur : 8;19;24;104:16-23;136;148:1-4 dan 7-10
Amsal : 8:22-31
Markus : 5:35-41; 12:19-31
Matius : 5:1-14;6:26-30; 12:22-34
Lukas : 16:19-31
Yohanes : 9; 12:23-26
Roma : 8:18-25
Kolose : 1:15-20
Wahyu : 21:1-5; 6:16-21
1 Korintus : 3:9
Dokumen Gereja
(carilah juga dokumen sinode Uskup dan dokumen-dokumen regional)
Pesan pada Hari Perdamaian dari Yohanes Paulus II (1 Januari 1990): Berdamai dengan Allah
Pencipta, damai dengan seluruh Ciptaan.
Katekismus Gereja Katolik : 229-301;307;339-341;344; 2415-2418.
Ensiklik Populorum Progressio 23-24
Ensiklik Fides et Ratio 104
Ensiklik Centesimus Annus 37-38
Ensiklik Laborem Exercens 4
Ensiklik Mater et Magistra 196.199
Surat Apostolik Octogesima Adveniens 21
Surat Ensiklik Redemptor Hominis 8.15
Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis 26.29.34
Hari-hari Lingkungan Hidup
22 Maret Hari Internasional Air
22 April Hari Bumi
22 Mei Hati Internasional Keragaman Hayati
5 Juni Hari Lingkungan Hidup
17 Juni Hari Internasional Melawan Desertifikasi
16 September Hari Perlindungan Lapisan Ozon
Jika anda mempunyai ide, anjuran atau komentar mengenai isi buku kecil ini, silahkan
menghubungi Koordinator KPKC dari Kongregasi anda

Penyebab Utama Pemanasan Global

Dalam laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Enviromental Issues and Options (Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang paling tinggi (18%), jumlah ini melebihi gabungan dari seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). PBB juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 saja, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9% karbondioksida dan 37 % gas metana (23 kali lebih berbahaya dari CO2). Selain itu, kotoran ternak menyumbang 5 % nitrooksida (296 kali lebih berbahaya dari CO2), serta 64 % amonia penyebab hujan asam Alarm tanda bahaya dampak pemanasan global berbunyi semakin nyaring. Pola pencairan es di Kutub merupakan salah satu indikatornya. Perubahan demi perubahan melaju dalam hitungan bulan. Tanggal 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli iklim NASA, memprediksi es di Arktika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika bisa terjadi di akhir tahun 2008 ini. Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair mencapai 19 juta ton.
Fenomena terbaru lainnya, pada tanggal 8 Maret 2008 beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas Jakarta).
Ada 400 miliar ton gas Metana di dasar laut Kutub yang dapat memusnahkan kehidupan di Bumi. Efek domino apa yang membayang bila es di Arktika mencair semua? Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah terulangnya bencana kepunahan massal yang pernah terjadi pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan masa PETM (Paleocene-Eocene Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke atmosfer mengakibatkan percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan massal. Bukti geologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta tahun lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94% spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya level oksigen secara ekstrem.
Membaca fakta-fakta di atas, satu hal yang patut digarisbawahi adalah tenggat waktu yang semakin sempit. Dr. Rajendra K. Pachauri, Ketua IPCC, menekankan bahwa dua tahun ke depan merupakan masa tenggat penting untuk menghambat laju pemanasan global yang bergerak dengan sangat cepat. James Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita telah berada di titik sepuluh persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2. Artinya, kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus diambil bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan.
Kita butuh kecepatan dan ketepatan membaca masalah hingga dapat memilih solusi yang efektif. Solusi yang mampu berpacu dengan waktu untuk memperlambat laju pemanasan global. Berkaitan dengan ini, dalam konferensi persnya di Paris, 15 Januari 2008, Pachauri mengimbau masyarakat dunia dalam tingkat individu untuk: pertama, jangan makan daging. Kedua, kendarai sepeda. Ketiga, jadilah konsumen yang hemat.
Mengapa “jangan makan daging” berada pada urutan pertama? Fakta berbicara, seperti laporan yang dirilis Badan Pangan Dunia – FAO (2006) dalam Livestock’s Long Shadow – Environmental Issues and Options, daging merupakan komoditas penghasil emisi karbon paling intensif 18%), bahkan melebihi kontribusi emisi karbon gabungan seluruh kendaraan bermotor (motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter) di dunia (13%). Peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 70% persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap tahunnya, penebangan hutan untuk pembukaan lahan peternakan berkontribusi emisi 2,4 miliar ton CO2.
Memelihara ternak membutuhkan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Mesin pendingin merupakan mata rantai paling tidak efisien energi listrik. Hitung saja mesin pendingin mulai dari rumah jagal, distributor, pengecer, rumah makan, pasar hingga sampai pada konsumen. Mata rantai inefisiensi berikutnya adalah alat transportasi untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung lain dalam peternakan intensif seperti obat-obatan, hormon dan vitamin.
Mata rantai lain yang sangat tidak efisien tapi telah berlaku demikian kronis adalah pemanfaatan hasil pertanian untuk peternakan. Dua pertiga lahan pertanian di muka Bumi ini digunakan untuk peternakan. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 70% protein (kedelai, jagung dan gandum) dari pertanian untuk peternakan. Indonesia sendiri pada tahun 2006 mengimpor jagung untuk pakan ternak 1,77 juta ton. Prediksi produksi pakan ternak naik dari 7,2 juta ton menjadi 7,7 juta ton, kata Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas-Paulus Setiabudi (Kompas, 8 November 2007). Sementara itu, menurut data Indonesian Nutrition Network (INN), setengah dari penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (16 Sept 2005), sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan DR. dr. Fadillah Supari, SPJP(K).
Tanggal 30 April 2008 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak segenap bangsa ini untuk bersama saling membahu menghadapi krisis pangan dunia. Akar masalah kelangkaan angan jika dicermati salah satunya adalah krisis manajemen lahan itu sendiri. Secara matematis, inefisiensi pemakaian lahan pertanian untuk pakan ternak tercermin dari perhitungan kalori yang “terbuang” untuk membesarkan ternak cukup. Pakan yang selama ini diberikan kepada ternak dapat memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang! Berarti masih ada kelebihan kalori untuk 2,1 miliar orang. Sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami mendesaknya perubahan pola makan ini, yakni perubahan ke pola makan yang mata rantainya pendek. Perut manusia bisa langsung mencerna kedelai, jagung dan gandum tanpa harus melalui perut ternak terlebih ahulu. Tidakkah beralih ke pola makan bebas daging justru dapat menjadi solusi ketimpangan akses pangan seluruh dunia?
Pertanian untuk pakan ternak itu sendiri merupakan penyumbang 9% CO2 (karbondioksida), 5% N2O (dinitrooksida) dan 37% CH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N2O adalah 296 kali CO2, sedangkan CH4 adalah 25 kali CO2. Satu lagi masalah industri peternakan yang sangat krusial yakni, inefisiensi air. Sekian triliun galon air diperuntukkan untuk irigasinya saja. Sebagai gambaran sederhana, untuk mendapatkan satu kilogram daging sapi mulai dari pemeliharaan, pemberian pakan ternak, hingga penyembelihan seekor sapi membutuhkan satu juta liter air! Data yang dihimpun Lester R. Brown, Presiden Earth Policy Institute dan Worldwatch Institute, memaparkan dalam bukunya “Plan B 3.0 Mobilizing to Save Civilization” (2008) bahwa karena untuk memproduksi satu ton biji-bijian membutuhkan seribu ton air, tidak heran bila 70% persediaan air di dunia digunakan untuk irigasi.
Jejak emisi gas rumah kaca daging terukur jelas. Dr Rajendra memberi ilustrasi konversi energi untuk memelihara sampai menghasilkan sepotong daging sapi, domba atau babi sama besar dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan lampu 100 watt selama 3 minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2, tidak heran bila data dari film dokumenter “Meat The Truth” menyebutkan emisi CO2 seekor sapi selama setahun sama dengan mengendarai kendaraan sejauh 70.000 km. Penelitian di Belanda (www.partijvourdedie.en.el) mengungkapkan, seminggu sekali saja membebaskan piring makan dari daging masih 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun.
Penelitian paling gres yang dilakukan Prof. Gidon Eshel dan Pamela A. Martin (”Diet, Energy and Global Warming”) merunut kontribusi setiap potongan daging terhadap emisi karbon. Penelitian ini diakui secara ilmiah dan dipublikasikan dalam jurnal bergengsi para ilmuwan Earth Interaction Vol. 10 (Maret 2006). Jumlah gas rumah kaca yang diemisikan oleh daging merah, ikan, unggas, susu dan telur jika dibandingkan dengan diet murni nabati/vegan, ternyata jika satu orang dalam setahun mau mengganti diet hewani mereka ke diet nabati murni/vegan akan mencegah emisi CO2 sebesar 1,5 ton. Lima puluh persen lebih efektif daripada upaya mengganti mobil Toyota Camry ke mobil Toyota Prius hybrid sekalipun yang ternyata hanya mampu mencegah 1 ton emisi CO2.
Objektivitas akan menuntun kita untuk mengakui pola konsumsi daging sebagai kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Pilihan kita tidak banyak, mengingat tenggat waktu yang demikian sempit. Mengutip tulisan Senator Queensland, Andrew Bartlett, bahwa seluruh dunia tidak mesti menjadi vegetarian atau vegan untuk menyelamatkan planet kita, tapi kita harus mengakui fakta-fakta ilmiah ini, bahwa jika kita tidak mengurangi konsumsi produk hewani, kesempatan kita untuk menghentikan perubahan iklim adalah nihil. Menurut Bartlett, tidak ada langkah yang lebih murah, lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan yang dapat mengurangi kontribusi tiap individu terhadap emisi gas rumah kaca selain memangkas jumlah konsumsi daging dan produk susu dan olahannya.
Aksi untuk hemat bahan bakar kita masih banyak bergantung pada fasilitas umum. Upaya yang paling bisa kita lakukan adalah menggunakan kendaraan umum. Namun, sudah menjadi rahasia umum, tidak mudah untuk menggunakan kendaraan umum jika berhadapan dengan kepentingan keamanan, dan untuk ini kita masih bergantung pada kebijakan pemerintah. Aksi hemat energi dalam konteks yang paling ideal bergantung pada teknologi. Sumber energi paling ramah lingkungan yakni tenaga angin, air, dan matahari, masih jauh membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak kecil. Butuh waktu yang panjang dan upaya ekstra untuk menggerakkan kesadaran massal untuk hemat energi, hemat listrik, hemat bahan bakar karena harus berhadapan dengan kebiasaan dan perilaku yang telah mengakar.


Mengubah pola makan juga berhadapan dengan kebiasaan yang telah mengakar. Namun, memegang sendok dan akhirnya menjatuhkan pilihan apa yang akan dimasukkan ke mulut kita, sepenuhnya berada di kendali kita. Langsung bisa dilakukan! Jarak antara piring dan mulut kita mungkin hanya sejarak panjang sendok, membalikkan isi sendoknya hanya butuh waktu sekedipan mata, tapi kendalinya ada pada mindset tiap kita. Sejenak, biarkan kepala dingin hadir.
Mari dengan mata jernih melihat realitas, mengakui fakta betapa tekanan pola konsumsi daging sedemikian hebatnya pada daya dukung Bumi. Sejenak merasakan beban berat Bumi ini mungkin akan menggeser pilihan kita ke pola konsumsi tanpa daging, pola yang jauh lebih ramah Bumi.

Penyebab Utama Pemanasan Global

Apa Penyebab Utama Pemanasan Global……!!

Dalam laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Enviromental Issues and Options (Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang paling tinggi (18%), jumlah ini melebihi gabungan dari seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). PBB juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 saja, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9% karbondioksida dan 37 % gas metana (23 kali lebih berbahaya dari CO2). Selain itu, kotoran ternak menyumbang 5 % nitrooksida (296 kali lebih berbahaya dari CO2), serta 64 % amonia penyebab hujan asam Alarm tanda bahaya dampak pemanasan global berbunyi semakin nyaring. Pola pencairan es di Kutub merupakan salah satu indikatornya. Perubahan demi perubahan melaju dalam hitungan bulan. Tanggal 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli iklim NASA, memprediksi es di Arktika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika bisa terjadi di akhir tahun 2008 ini. Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair mencapai 19 juta ton.

Fenomena terbaru lainnya, pada tanggal 8 Maret 2008 beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas Jakarta).

Ada 400 miliar ton gas Metana di dasar laut Kutub yang dapat memusnahkan kehidupan di Bumi. Efek domino apa yang membayang bila es di Arktika mencair semua? Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah terulangnya bencana kepunahan massal yang pernah terjadi pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan masa PETM (Paleocene-Eocene Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke atmosfer mengakibatkan percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan massal. Bukti geologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta tahun lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94% spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya level oksigen secara ekstrem.

Membaca fakta-fakta di atas, satu hal yang patut digarisbawahi adalah tenggat waktu yang semakin sempit. Dr. Rajendra K. Pachauri, Ketua IPCC, menekankan bahwa dua tahun ke depan merupakan masa tenggat penting untuk menghambat laju pemanasan global yang bergerak dengan sangat cepat. James Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita telah berada di titik sepuluh persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2. Artinya, kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus diambil bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan.

Kita butuh kecepatan dan ketepatan membaca masalah hingga dapat memilih solusi yang efektif. Solusi yang mampu berpacu dengan waktu untuk memperlambat laju pemanasan global. Berkaitan dengan ini, dalam konferensi persnya di Paris, 15 Januari 2008, Pachauri mengimbau masyarakat dunia dalam tingkat individu untuk: pertama, jangan makan daging. Kedua, kendarai sepeda. Ketiga, jadilah konsumen yang hemat.

Mengapa “jangan makan daging” berada pada urutan pertama? Fakta berbicara, seperti laporan yang dirilis Badan Pangan Dunia – FAO (2006) dalam Livestock’s Long Shadow – Environmental Issues and Options, daging merupakan komoditas penghasil emisi karbon paling intensif 18%), bahkan melebihi kontribusi emisi karbon gabungan seluruh kendaraan bermotor (motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter) di dunia (13%). Peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 70% persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap tahunnya, penebangan hutan untuk pembukaan lahan peternakan berkontribusi emisi 2,4 miliar ton CO2.

Memelihara ternak membutuhkan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Mesin pendingin merupakan mata rantai paling tidak efisien energi listrik. Hitung saja mesin pendingin mulai dari rumah jagal, distributor, pengecer, rumah makan, pasar hingga sampai pada konsumen. Mata rantai inefisiensi berikutnya adalah alat transportasi untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung lain dalam peternakan intensif seperti obat-obatan, hormon dan vitamin.

Mata rantai lain yang sangat tidak efisien tapi telah berlaku demikian kronis adalah pemanfaatan hasil pertanian untuk peternakan. Dua pertiga lahan pertanian di muka Bumi ini digunakan untuk peternakan. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 70% protein (kedelai, jagung dan gandum) dari pertanian untuk peternakan. Indonesia sendiri pada tahun 2006 mengimpor jagung untuk pakan ternak 1,77 juta ton. Prediksi produksi pakan ternak naik dari 7,2 juta ton menjadi 7,7 juta ton, kata Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas-Paulus Setiabudi (Kompas, 8 November 2007). Sementara itu, menurut data Indonesian Nutrition Network (INN), setengah dari penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (16 Sept 2005), sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan DR. dr. Fadillah Supari, SPJP(K).

Tanggal 30 April 2008 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak segenap bangsa ini untuk bersama saling membahu menghadapi krisis pangan dunia. Akar masalah kelangkaan angan jika dicermati salah satunya adalah krisis manajemen lahan itu sendiri. Secara matematis, inefisiensi pemakaian lahan pertanian untuk pakan ternak tercermin dari perhitungan kalori yang “terbuang” untuk membesarkan ternak cukup. Pakan yang selama ini diberikan kepada ternak dapat memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang! Berarti masih ada kelebihan kalori untuk 2,1 miliar orang. Sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami mendesaknya perubahan pola makan ini, yakni perubahan ke pola makan yang mata rantainya pendek. Perut manusia bisa langsung mencerna kedelai, jagung dan gandum tanpa harus melalui perut ternak terlebih ahulu. Tidakkah beralih ke pola makan bebas daging justru dapat menjadi solusi ketimpangan akses pangan seluruh dunia?

Pertanian untuk pakan ternak itu sendiri merupakan penyumbang 9% CO2 (karbondioksida), 5% N2O (dinitrooksida) dan 37% CH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N2O adalah 296 kali CO2, sedangkan CH4 adalah 25 kali CO2. Satu lagi masalah industri peternakan yang sangat krusial yakni, inefisiensi air. Sekian triliun galon air diperuntukkan untuk irigasinya saja. Sebagai gambaran sederhana, untuk mendapatkan satu kilogram daging sapi mulai dari pemeliharaan, pemberian pakan ternak, hingga penyembelihan seekor sapi membutuhkan satu juta liter air! Data yang dihimpun Lester R. Brown, Presiden Earth Policy Institute dan Worldwatch Institute, memaparkan dalam bukunya “Plan B 3.0 Mobilizing to Save Civilization” (2008) bahwa karena untuk memproduksi satu ton biji-bijian membutuhkan seribu ton air, tidak heran bila 70% persediaan air di dunia digunakan untuk irigasi.

Jejak emisi gas rumah kaca daging terukur jelas. Dr Rajendra memberi ilustrasi konversi energi untuk memelihara sampai menghasilkan sepotong daging sapi, domba atau babi sama besar dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan lampu 100 watt selama 3 minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2, tidak heran bila data dari film dokumenter “Meat The Truth” menyebutkan emisi CO2 seekor sapi selama setahun sama dengan mengendarai kendaraan sejauh 70.000 km. Penelitian di Belanda (www.partijvourdedie.en.el) mengungkapkan, seminggu sekali saja membebaskan piring makan dari daging masih 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun.

Penelitian paling gres yang dilakukan Prof. Gidon Eshel dan Pamela A. Martin (”Diet, Energy and Global Warming”) merunut kontribusi setiap potongan daging terhadap emisi karbon. Penelitian ini diakui secara ilmiah dan dipublikasikan dalam jurnal bergengsi para ilmuwan Earth Interaction Vol. 10 (Maret 2006). Jumlah gas rumah kaca yang diemisikan oleh daging merah, ikan, unggas, susu dan telur jika dibandingkan dengan diet murni nabati/vegan, ternyata jika satu orang dalam setahun mau mengganti diet hewani mereka ke diet nabati murni/vegan akan mencegah emisi CO2 sebesar 1,5 ton. Lima puluh persen lebih efektif daripada upaya mengganti mobil Toyota Camry ke mobil Toyota Prius hybrid sekalipun yang ternyata hanya mampu mencegah 1 ton emisi CO2.

Objektivitas akan menuntun kita untuk mengakui pola konsumsi daging sebagai kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Pilihan kita tidak banyak, mengingat tenggat waktu yang demikian sempit. Mengutip tulisan Senator Queensland, Andrew Bartlett, bahwa seluruh dunia tidak mesti menjadi vegetarian atau vegan untuk menyelamatkan planet kita, tapi kita harus mengakui fakta-fakta ilmiah ini, bahwa jika kita tidak mengurangi konsumsi produk hewani, kesempatan kita untuk menghentikan perubahan iklim adalah nihil. Menurut Bartlett, tidak ada langkah yang lebih murah, lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan yang dapat mengurangi kontribusi tiap individu terhadap emisi gas rumah kaca selain memangkas jumlah konsumsi daging dan produk susu dan olahannya.

Aksi untuk hemat bahan bakar kita masih banyak bergantung pada fasilitas umum. Upaya yang paling bisa kita lakukan adalah menggunakan kendaraan umum. Namun, sudah menjadi rahasia umum, tidak mudah untuk menggunakan kendaraan umum jika berhadapan dengan kepentingan keamanan, dan untuk ini kita masih bergantung pada kebijakan pemerintah. Aksi hemat energi dalam konteks yang paling ideal bergantung pada teknologi. Sumber energi paling ramah lingkungan yakni tenaga angin, air, dan matahari, masih jauh membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak kecil. Butuh waktu yang panjang dan upaya ekstra untuk menggerakkan kesadaran massal untuk hemat energi, hemat listrik, hemat bahan bakar karena harus berhadapan dengan kebiasaan dan perilaku yang telah mengakar.





Mengubah pola makan juga berhadapan dengan kebiasaan yang telah mengakar. Namun, memegang sendok dan akhirnya menjatuhkan pilihan apa yang akan dimasukkan ke mulut kita, sepenuhnya berada di kendali kita. Langsung bisa dilakukan! Jarak antara piring dan mulut kita mungkin hanya sejarak panjang sendok, membalikkan isi sendoknya hanya butuh waktu sekedipan mata, tapi kendalinya ada pada mindset tiap kita. Sejenak, biarkan kepala dingin hadir.

Mari dengan mata jernih melihat realitas, mengakui fakta betapa tekanan pola konsumsi daging sedemikian hebatnya pada daya dukung Bumi. Sejenak merasakan beban berat Bumi ini mungkin akan menggeser pilihan kita ke pola konsumsi tanpa daging, pola yang jauh lebih ramah Bumi.


You Tube....