Senin, 08 Desember 2008

BAGAIMANA MENGELOLA SAMPAH?


PENGELOLAAN sampah hanya terdiri atas tiga bagian utama yaitu
1. Pengumpulan, yaitu upaya mengumpulkan sampah dari sumbernya, misal dari rumah, pasar, dengan cara menyediakan tong sampah, Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
2. Pengangkutan, yaitu segala upaya “mengangkut” sampah baik dari sumber nya ke tempat yang dituju, misal dari rumah ke TPS, atau dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jenis Angkutannya bisa bermacam-macam disesuaikan dengan lokasi dan rute, bisa berupa gerobak, atau truk.
3. Pengelolaan Akhir, yaitu tempat dimana sampah akan mengakhiri “petualangannya”.
Jadi, segala upaya dalam penanganan dan pengelolaan sampah hanya meliputi tiga hal diatas. Adapun upaya lainnya seperti 3R, composting, pemilahan, adalah upaya “lain” yang bertujuan mengurangi dan mengendalikan timbulan sampah.
Dengan upaya “mengurangi” tadi secara logika sederhana tentu dapat memperpanjang “umur” tempat pembuangan akhir (TPA).
NGERTI KAN?***

KOMPOSTING, BAGAIMANA TUH?


KOMPOSTING! Sebenarnya apa sih yang diperlukan untuk membuat kompos?
Filosofi kompos adalah “memanfaatkan aktivitas mikroba yang hidup di benda-benda organik (sampah) guna menambah “kekayaan” tanah sebagai sumber nutrisi tumbuh-tumbuhan.
Nah proses pembuatan kompos adalah proses membuat “kebun mikroba”. Bagaimana caranya? Mudah sekali!! Yaitu : beri kesempatan sebesar-besarnya supaya mikroba bisa menetap dan “duduk manis”.
Jangan heran jika nantinya bukan hanya mikroba yang betah tinggal di sana, tapi juga beberapa hewan “raksasa” seperti cacing, ulat, kutu. Itu gak jadi masalah, justru akan jadi ramai dan berguna kok.
Apakah mikroba akan diam dan tinggal di plastik?, kaleng bekas? Botol?, well, kamu harus memisahkan terlebih dahulu sampah yang ingin kamu buat kompos. Kamu tahu kan, mikroba itu benda renik, akan lebih mudah buat mereka untuk “menetap” pada benda yang kecil juga, artinya, kamu perlu membuat sampah kamu menjadi kecil-kecil.
Itulah sebabnya, mengapa dalam membuat kompos kamu harus “merajang” terlebih dahulu sampah-sampah itu.
Seperti halnya rumah sebagai tempat tinggal yang harus terus menerus dijaga kenyamanannya, maka dalam membuat kompos pun kamu harus tetap menjaga agar semua mikroba itu betah, yaitu dengan cara menjaga suhu nya berkisar 25-65 derajad C, kelembabannya harus berkisar 50%, derajat keasaman pH nya yang normal.
Setelah itu? Ya seperti halnya pengelolaan air buangan, biarkan saja, nanti mikroba akan berdatangan dengan sendirinya.
Atau kamu bisa mempercepat proses tersebut dengan bantuan cairan mikroba yang sengaja telah di pisahkan dan di jual. Disebut juga media aktivator, yang dapat kamu dapati di toko bahan pertanian/perkebunan.
Oh ya seperti juga halnya dengan pengolahan air buangan, proses yang terjadi pada pembuatan kompos juga ada yang aerobik dan anaerobik. Namun untuk sekala rumah tangga yang biasa dilakukan adalah denga nproses aerobic, karena lebih mudah dan murah.
MASIH ADA YANG MENGANGGAP BIKIN KOMPOS ITU RUMIT?***

AEROB DAN ANAEROB


ADA lagi istilah yang “wajib” kamu ketahui untuk bisa memahami pengolahan air buangan secara biologis, yaitu AEROB dan ANAEROB.
Dilihat dari kata pembentuknya aer- aero- yang berarti “air” atau udara, maka seharusnya aerob berarti berhubungan dengan udara dan anaerob berarti TIDAK berhubungan dengan udara.
Aerobik dan Anaerobik dalam pengolahan air buangan erat kaitannya dengan “agen ” yang aktif bekerja yaitu mikroorganisme.
Nah, pengolah air buangan secara aerob, aerobic, atau aerobik, artinya adalah pengolahan limbah yang memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja secara aerobik, yaitu mikroorganisme yang “hidup” nya memerlukan “udara” dalam hal ini oksigen.
Pengolah air buangan secara anaerob, atau anaerobik, artinya adalah pengolahan limbah yang “menggunakan” mikroorganisme anaerob, yaitu mikroorganisme yang “hidup” nya memerlukan sedikit “udara” atau bahkan tidak memerlukan oksigen sama sekali.
PEMAHAMAN YANG MUDAH KAN ? ***

BAGAIMANA MIKROBA BEKERJA ?


PENGOLAHAN secara biologis artinya ya.. sistem “pembersihan” air buangannya dilakukan atas “kerja” mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri akan “hidup”, makan dan juga beranak-pinak di air limbah sembari “membersihkan kotoran”. Begitulah kira-kira.
Dalam “pakem” per-airlimbah-an, mikroba (singkatan keren buat si mikroorganisme) itu perlu tempat untuk “hidup” dong. Nah terdapat dua tempat yang bisa kita persiapkan yaitu :
1. Sistem Melayang (suspended biomassa), dimana sang mikroba dibiarkan melayang-layang sembari melangsungkan kehidupannya. Contoh mudahnya adalah Septic tank.
2. Sistem Melekat (attach biomass), dalam sistem ini sang mikroba dipersilakan duduk manis pada tempat yang cozy sembari berkembang biak. Contohnya adalah beberapa jenis sitem pengolahan yang menggunakan media Filter.
Peluang perkembangan dunia pengolahan air buangan ada pada bagian ini, artinya hingga kini orang berlomba-lomba membuat “rumah” bagi mikroba ini agar dapat “bekerja” se-efektif dan se-efisien mungkin
SAMPAI DISINI ADA PERTANYAAN ?***

BENARKAH JANGAN MEMBUANG AIR SABUN KE DALAM LUBANG TOILET ?


“BENAR !, jangan sesekali membuang air sabun ke dalam lubang toilet, nanti air sabun itu akan “membunuh” mikroba pengurai di septictank…”
Demikianlah salah satu uraian yang kerap disampaikan pada penyuluhan tentang bagaimana memelihara dan mengoperasikan jamban. Tapi benarkah jangan memasukkan air sabun ke dalam sana?, mari kita cermati..
Sistem pengelolaan air buangan, terutama yang “komunal” kadang menyatukan semua air buangan, baik yang dari air mandi (grey water), dan air kotoran manusia (black water). Nah jika situasi ini terjadi, lantas bagaimana cara “memisahkan” air sabun bekas mandi? toh semua “limbah” nya akan menuju tempat yang sama.
Atau bagi kamu yang biasa menggunakan toilet jongkok, tentu sangat merepotkan untuk “pindah tempat” saat membersihkan diri agar air sabunnya tidak masuk ke lubang toilet, atau bahkan ke lubang drain.
Belum lagi bagi mereka yang membersihkan keramik kamar mandi dengan cairan pembersih, itu juga bisa jadi mengandung detergen yang nota bene lebih EDAN daya rusaknya daripada SABUN.
LALU GIMANA DONK????
Sebaiknya kita harus yakin, bahwa sekali lagi mikroba itu ada di mana-mana, dan selama “sistem pengelolaan” air limbah kita berjalan normal, dalam arti normal digunakan, normal keberadaan airnya, maka keberadaan sabun bahkan detergen pun akan membuat sistem tetap SETIMBANG. Yakinlah bahwa jika semua berjalan normal, maka mikroba yang ada di tangki septik akan mati sebagian atau bahkan “pingsan” untuk kemudian digantikan oleh mikroba lain yang berlimpah.
Tentu saja mudah dipahami jika kamu secara demonstratif memasukkan berbotol-botol cairan pembersih, lalu air sabun, ditambah dengan kamu jarang menggunakan tiolet kamu secara normal, belum lagi kebutuhan air untuk membilasnya kurang, hal iniakan membuat “perkumpulan mikroba” akan berantakan, alias mati total.
Yang lebih baik disarankan sebenarnya adalah : jangan membuang benda-benda padat, atau bahkan sampah ke dalam lubang WC atau saluran air sekalipuna, karena itu bukan tempat sampah, dan kalau menyumbat, lebih membikin repot daripada memirkan “kematian” mikroba karena air sabun.
Kata kuncinya adalah : JANGAN BERLEBIHAN, gunakan sabun seperlunya, bersihkan kamar mandi dengan menggunakan cairan pembersih secukupnya, dan gunakan tiolet secara normal.
GAMPANG BANGET KAN??***

SISTEM KOMUNAL


YANG dimaksud dengan sistem komunal adalah penggabungan sistem-sistem pribadi menjadi satu dan terpusat.
Contoh dalam pengelolaan air buangan (domestik/rumah tangga) adalah menyatukan semua sistem air buangan dari setiap rumah, yang biasanya individu, menjadi dikelola bersama, dalam satu tempat yang terpusat, dengan harapan menjadi lebih “mudah” mengontrol “operasional” nya, dan well.. tentu lebih BERSIH.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum kamu menerapkan sistem “komunal” ini, diantaranya yaitu :
1. Secara teknis, pastikan sistem ini bisa berfungsi secara gravitasi, tidak diharapkan menggunakan tenaga bantu dari pompa misalnya, semuanya harus GRAVITASI. Maka sistem komunal harus benar-benar dipertimbangkan jika akan diterapkan di daerah yang datar/flat.
2. Investasi terbesar dari sistem komunal ini adalah pada biaya perpipaan “distribusi” nya. Dari tiap-tiap rumah harus ada “saluran” menuju tempat pengolahan terpusat. Biaya semakin mahal jika sistem ini mau dilaksanakan pada daerah yang sudah terbangun.
3. Pastikan ada yang mengelola sistem ini saat sudah terbangun, pengelolaan meliputi operasional dan pemeliharaannya. Pengelolaan bisa dilakukan oleh instansi pemerintah terkait, swasta, atau partisipasi masyarkat. Penetapan siapa yang akan mengelola ini harus menjadi komitmen, kesepakatan yang sejak awal harus sudah dipastikan.
BEGITULAH..***

AIR ITU MILIK TUHAN, MANUSIA BEBAS MENGGUNAKANNYA


MEMANG benar, air itu berlimpah di bumi ini, dan semua mahluk hidup dapat menggunakannya. Tapi mari kita cermati lagi, keberadaan air di bumi kita ini mendominasi, hampir 2/3 bagian dari bumi kita ini (kamu tau kan bahwa permukaan bumi kita terdiri dari daratan dan lautan). Nah tapi walaupun air itu “berlimpah”, kenyataannya hanya sebagian kecil yang dapat “digunakan” oleh mahluk hidup.
Seperti kamu lihat di diagram tersebut, bagaimana air yang bisa dikonsumsi sangatlah terbatas, dan itu semua di “perebutkan” oleh seluruh mahluk hidup di bumi.
Air gratis? Betul, dan itu pasti. Kamu bisa mengambil air langsung dari sungai, pancuran, mata air, dengan Cuma-Cuma. Namun, adakalanya air itu “kotor” dah harus di bersihkan dulu. Juga lokasi air itu jauh dari rumah kamu, sehingga diperlukan “bantuan” tenaga untuk “membawa” air itu hingga tiba di rumah kamu.
Nah apakah “usaha” itu juga gratis? TENTU TIDAK. Ada biaya yang dikeluarkan untuk membangun jaringan perpipaan, membangun instalasi pengolahan air, dan juga tenaga listrik untuk menjalankan itu semua.
Jadi jika kamu beranggapan bahwa air itu milik TUHAN, dan Cuma-Cuma, itu betul sekali, setidaknya jika kamu mengambil air sendiri dari sumbernya, dengan tenaga kamu, dengan upaya kamu sepsnuhnya. Diluar itu….well tidak ada makan siang yang GRATIS.***

AIR LIMBAH (SEHARUSNYA) DIKELOLA OLEH PDAM


PDAM adalah institusi “resmi” di Indonesia yang berwenang menyediakan air bersih bagi warganya. Namun kita ketahui bersama bahwa persoalan PDAM adalah kecilnya pendapatan yang diperoleh dari masyarakat (karena kebijakan penentuan tarif masih harus melalui persetujuan pemerintah dan anggota dewan),ditambah juga besarnya angka kebocoran.
Jika kita bicara tentang sanitasi, tentang air limbah cair, tentunya kita tahu dong, darimana sumber nya itu semua. Betul! dari air kan? Nah airnya dari mana? dari PDAM salah satunya kan?
Artinya…. penanganan sanitasi tentunya tidak lepas juga dari persoalan penyediaan air bersihnya. Sanitasi yang baik HANYA bisa terjadi jika tersedianya air bersih yang memadai.
Kondisi ini sebenarnya merupakan “peluang bisnis” bagi PDAM untuk ikut terlibat dalam pengelolaan air limbah. Bagaimana tidak, pengelolaan air limbah banyak sekali “menyerap” peluang seperti mulai dari penyediaan jasa pemeliharaan sarana sanitasi, misal jasa pembuatan WC, toilet, tangki septik, hingga mungkin penyediaan sarana sanitasi communal. Dan banyak lainnya lagi. Itu semua berarti UANG kan ??
Hal sejenis mungkin sudah dilakukan oleh PDAM di Kota Bandung dan Medan.
BAGAIMANA DENGAN PDAM LAINNYA?***

Selasa, 11 November 2008

MANGROVE (HUTAN BAKAU)

* Jenis : Hasil survei Dinas Kehutanan, UNDANA dan IPB pada tahun 1995
berhasil mengindentifikasikan 11 spesies mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan
Semau. Sedangkan hasil paduserasi TGHK dan RTRWP hutan mangrove di Nusa
Tenggara Timur terdapat kurang lebih 9 famili yang terbagi dalam 15 spesies
antara lain: bakau Genjah (Rizophora mucronata), bakau Kecil (Rizophora apiculata),
bakau Tancang (Bruguera spp), bakau Api-api (Avecinnia spp), bakau Jambok
(Xylocorpus spp), bakau Bintaro (Cerbera mangkas), bakau Wande(Hibiscus tiliacues)
dan lain-lain.

* Luas : Luas hutan mangrove di propinsi Nusa Tenggara Timur adalah 40.695
Ha atau 2.25 % dari luas kawasan hutan.

* Luas Kerusakan : Kerusakan hutan mangrove di NTT tercatat kurang lebih 9.989
Ha dalam kondisi rusak berat sedangkan rusak ringan seluas 8.453 Ha.

* Fauna dominan : (1), (2), (3)
Cari lagi di Dinas Pertanian dan Perikanan

* Keterangan :
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tiga lembaga (Dishut,
UNDANA dan IPB) bahwa potensi mangrove di Nusa Tenggara Timur cukup besar
karena di NTT, hutan mangrove dapat ditemukan dan tersebar di perairan NTT.
Bahkan ekosistem ini pada beberapa lokasi lebih menonjol bila dibandingkan
dengan ekosistem pesisir lainnya.
Hutan mangrove di NTT tidak sebanyak di pulau-pulau besar di
Indonesia, ini disebabkan karena kondisi alam di NTT yang membatasi pertumbuhan
mangrove, seperti kurangnya muara sungai yang besar di NTT sehingga
pertumbuhan mangrove yang ada sangat tipis. Dibeberapa lokasi mangrove dapat
tumbuh dengan baik karena didukung oleh muara sungai besar dengan sedimentasi
yang cukup tinggi seperti di muara sungai Benenain di Kabupaten Belu dan muara
sungai Noelmina di kabupaten Kupang.
Dari 40.695 Ha luas hutan mangrove di NTT ini sudah banyak yang
mengalami tekanan yang cukup besar diantaranya sebagai akibat penebangan
hutan mangrove oleh masyarakat untuk kebutuhan bahan bangunan, kayu bakar
dan lain-lain.

REHABILITASI
* Nama Program :
Prespektif Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut yang Berkelanjutan.

* Keterangan :
Sumberdaya pesisir dan laut di NTT menyimpan kekayaan yang cukup
melimpah, baik sumberdaya hayati maupun non hayati seperti perikanan, mineral,
minyak bumi, pariwisata dan jasa-jasa lingkungan lainnya. Namun dibalik peran
strategis dan prospek yang cerah dari sumberdaya pesisir dan laut NTT, terdapat
berbagai kendala dan kecenderungan degradasi yang mengancam kapasitas
berkelanjutan (sustainable capacity) dalam mendukung pembangunan daerah.
Di NTT, degradasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan tidak saja
oleh faktor manusia, tetapi juga oleh faktor alam seperti perubahan suhu dan
salinitas air laut, perubahan iklim, obak keras, gempa, tsunami dsbnya. Namun dari
data yang diperoleh bahwa kerusakan yang lebih banyak dan lebih parah
diakibatkan oleh pengaruh antropogenic (aktivitas manusia) antara lain pencemaran
laut oleh tumpahan minyak dan buangan sampah, tangkapan lebih (overfishing),
penambangan terumbu karang, konservasi mangrove menjadi tambak, pemboman
ikan menggunakan potasium dan sianida, merupakan sebagian indikator bahwa
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di NTT menuju kearah yang tidak optimal
dan tidak berkelanjutan.
Rehabilitasi sumberdaya pesisir dan laut dapat dilakukan antara lain
melalui upaya-upaya penanaman mangrove, silvofishery, transplatasi karang dan
penerapan teknologi karang buatan (artificialreefs).
Konservasi dan rehabilitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam prespektif
berkelanjutan bertujuan untuk melestarikan kemampuan sumberdaya pesisir dan laut
dalam jangka panjang dengan mengelola sebagian dari kekayaan alam melalui
pendekatan ekologis, dengan strategi dunia berlandaskan ecodevelopment, sebagai
berikut:
a. Perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta sistem-sistem
penyangga kehidupan.
B. Pengawetan keanekaragarnan sumber plasma nutfah yang dilakukan di
dalam kawasan dan di luar kawasan serta pengaturan tingkat pemanfaatan
jenis-jenis terancam punah dengan memberikan status perlindungan.
c. Pelestarian pernanfaatan jenis dan ekosistemnya, melalui
- Pengendalian eskploitasi/pemanfaatan sesuai prinsip-prinsip
pelestarian.
- Memajukan usaha-usaha penelitian, pendidikan dan
pariwisata.
- Pengaturan perdagangan flora dan fauna.

* Nama Program :
GEMALA (Gerakan Masuk Laut)

* Keterangan :
Pelaksanaan Pokja III Gemala dalam upaya konservasi dan
rehabilitasi sumberdaya. pesisir dan laut di NTT dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan manajemen Gemala yang diformulasikan secara cermat melalui
rancang tindak program, kegiatan dan rencana strategis.
Pokja III Gemala dibangun melalui integrasi dari berbagai sektor dan disiplin ilmu.
dalam suatu rencana induk dengan jejaring kerja yang disusun secara menyeluruh
dan terperinci, yang menjelaskan siapa berbuat apa dan kapan serta keterkaitan
tiap kegiatan dan penanggungjawab utamanya. Oleh karena itu, keberhasilan
dalam konservasi dan rehabilitasi sumberdaya pesisir dan laut harus dilakukan
secara terpadu antar/intra sektor, program dan kegiatan serta dilaksanakan oleh
berbagai instansi baik secara horisontal (horizontal integration), yakni adanya
koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar sektor atau instansi
pemerintah pada tingkat pemerintah daerah maupun secara vertikal (vertical
integration) antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan,
kabupaten, propinsi sampai tingkat pusat.
Mengingat sifat pesisir dan laut yang multidimensi, maka konservasi dan rehabilitasi
sumberdaya pesisir dan laut secara prinsip harus diselenggarakan dalam
keseluruhan proses, pada tataran teknis, konsultatif dan koordinasi, dari tahap
perencanaan sampai tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. Pada
tataran teknis, segenap pertimbangan teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan secara
seimbang dan proporsional dimasukkan ke dalam setiap tahapan kegiatan. Pada
tataran konsultatif, segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat
diperhatikan, kepentingan semua sektor yang terkait harus mendapat pertimbangan
yang seksama dan dipecahkan secara bersama. Pada tataran koordinasi,
masyaratkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antar semua stakeholder.
Koordinasi kebijakan diperlukan untuk menghindari kebijakan-kebijakan yang
kontradiktif sehingga dapat dicapai persepsi yang sama, dengan mengharmoniskan
dan mengoptimalkan antara keseimbangan untuk memelihara lingkungan,
keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Dengan persepsi yang sama
akan pentingnya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya pesisir dan laut
diharapkan adanya suatu pemikiran maupun tindakan yang diwuJudkan dalam
berbagai program dan kegiatan secara terpadu dan berkelanjutan.
Untuk dapat menghasilkan program dan kegiatan konservasi dan rehabilitasi yang
aplikatif dan sesuai kebutuhan, maka diperlukan kemampuan para pihak untuk
mengkaji semua komponen dan semua hubi4ngan dengan penekanan pada isu-isu
kunci.
Dengan demikian akan dihasilkan rencana konseptual yang lebih realistik, dapat
diterima secara rasional dan mudah diimplementasikan secara operasional.
Pelaksanaan program dan kegiatan POKJA III GEMALA dilakukan
melalui koordinasi dengan melibatkan para pihak terkait dengan peran, tugas dan
tanggungjawab masing-masing sesuai kapasitasnya.
Tindak nyata peran Pokja III Gemala dalam pengembangan wilayah pesisir dan
laut NTT teraktualisasi melalui berbagai tindakan nyata konservasi dan rehabilitasi
sumberdaya pesisir dan laut, yang tercermin dalam Program dan Kegiatan aksi
POKJA III GEMALA. Secara sektoral, masing-masing sektor/instansi
menterjemaahkan dan memprogramkan kegiatan sesuai ,sasaran dan tujuan POKJA
dalam kerangka kerja tugas, pokok dan fungsinya.
Berikut peran Pokja III melalui berbagai aksi dan tindakan nyata pelaksanaan
konservasi dan rehabilitasi yang sedang dan telah dilakukan:
1. Pengembangan model rehabilitasi hutan mangrove melalui pemilihan teknik
rehabilitasi dengan pendekatan silvofishery.
2. Pengembangan konservasi dan rehabilitasi karang melalui transplatasi
karang dan pengembangan terumbu karang buatan.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam rangka
pelestarian hutan mangrove melalui kegiatan rehabilitasi hutan mangrove
dengan pola partisipatiL
4. Pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan kelompok nelayan
untuk pemeliharaan dan penyulaman anakan mangrove.
5. Meningkatkan pemahaman, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya pesisir dan laut melalui sosialisasi
kegiatan POKJA III GEMALA, rapat koordinasi dan RAKERNIS POKJA III
GEMALA.
6. Pengembangan dan pengelolaan potensi ekowisata bahari
7. Pembinaan, pengawasan, pengamanan dan monitoring ekosistem pesisir
dan laut melalui:
* Patroli pesisir di perairan teluk Kupang, Rote, Naikliu, Atapupu, Flotim,
Alor, Manggarai Barat dan Sumba Timur.
* Pembangunan 7 (tujuh) kantor/pos pemantauan pelayanan pesisir
pantai terpadu di kabupaten Rote, Atapupu, Labuan Bajo, Flotim, Sumba
Timur dan Alor.
* Pengawasan sumberdaya pesisir dan laut di teluk Kupang, Lembata,
Flores Timur, Sikka dan Alor.
* Penyuluhan kepada masyarakat tentang larangan penggunaan bahan
peledak dan alat tangkap terlarang lainnya dalam menangkap ikan.
* Operasi pengamanan peredaran, pemanfaatan bom dan potas.
8. Penegakan hukum melalui penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak
pidana perairan.
9. Penelitian-penelitian konservasi dan rehabilitasi sumberdaya pesisir
danlaut:
* Penelitian teknik rehabilitasi hutan mangrove dengan pendekatan
silvofishery.
* Penelitian transplatasi karang.
1O.Pengembangan data dan informasi potensi dan kualitas sumberdaya pesisir
dan laut NTT.

Pokja III Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir dan Laut Gemala
memegang peranan yang penting dalam pengembangan wilayah pesisir dan laut
NTT. Keberhasilan Pokja ini menuntut adanya partisipasi para pihak yang mana
dalam pelaksanaannya tetap didasarkan pada manajemen GEMALA, yakni
memberi peran yang lebih pada masyarakat, kelompok masyarakat dan swasta,
sedangkan pemerintah lebih bertindak sebagai fasilitator. Melalui Pokja III Gemala
diharapkan semua pihak yang berkompeten dapat berkiprah secara efisien dan
mencapai sasarannya dengan menganut prinsip-prinsip pengelolaan yang
berwawasan lingkungan dan lestari sesuai filosofi Gemala.

REHABILITASI LOKASI
Untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan dan rencana aksi Pokja
III, maka pendekatan pelaksaan dilakukan dengan pendekatan kewilayahan
dimana paket kegiatan ditetapkan dengan memperhatikan tipologi wilayah sbb:

(1) Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) I meliputi wilayah Timor Barat dan
Alor terbagi atas sub-sub wilayah pengembangan yakni:
a. Sub I Atapupu: Pesisir utara Kabupaten TTU dan Belu dengan pusat
pengembangan di Atapupu dan Wini.
b. Sub Il Kupang Utara: Pesisir utara Kabupaten Kupang daratan dan
Pesisir P. Semau dengan pusat wilayah di Kupang - Bolok.
c. Sub III Selatan Timor: Pesisir selatan P. Timor dengan pusat di Kolbano.
d. Sub IV Rote: Pesisir P. Rote dan Sabu dengan pusat di Pantai Baru.
e. Sub V Kalabahi: Pesisir Kepulauan di Kabupaten Alor dengan pusat di
Kalabahi.


(2) Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) II meliputi wilayah Flores dan
Lembata terbagi atas sub-sub wilayah pengembangan yakni:
a. Sub I Lewoleba: Pesisir Kabupaten Lembata dan Kabupaten Flotim
Kepulauan dengan pusat di Lewoleba.
b. Sub Il Maumere: Pesisir Kabupaten Flotim daratan dan pesisir utara
Kabupaten Sikka dengan pusat di Maumere.
c. Sub III Ende: Pesisir selatan Kabupaten Sikka, Ende dan Ngada
dengan pusat di Mbay.
d. Sub IV Mbay: Pesisir utara Kabupaten Ende dan Ngada dengan pusat
di Mbay.
e. Sub V Labuan Bajo: Pesisir Kabupaten Manggarai dengan pusat di
Labuan Bajo.

(3) Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) III meliputi wilayah Sumba
dengan sub-sub wilayah sebagai berikut:
a. Sub I Waingapu: Pesisir Kabupaten Sumba Timur dengan pusat di
Waingapu.
b. Sub II Waikelo: Pesisir Kabupaten Sumba Barat dengan pusat di
Waikelo.

Sedangkan Tipologi Wilayah GEMALA:
1. Wilayah Tipe I : desa-desa yang sebagian besar penduduk nelayan dan
telah melakukan kegiatan tangkap pada laut dalam dan budidaya.
2. Wilayah Tipe Il : desa-desa yang sebagian penduduk nelayan perairan
dangkal/pantai dan sebagian lainnya petani.
3. Wilayah Tipe III : desa-desa sebagian kecil penduduk sebagai nelayan
dan sebagian besar petani.

Manajemen pelaksanaan POKJA III didasarkan pada manajemen GEMALA.
Manajemen GEMALA yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Pola KSO (Kerjasama Operasional), dilaksanakan terutama pada lokasi
dimana masyarakatnya sudah relatif mandiri.
b. Kemitraan (Partnership), membangun dengan pola kemitraan merupakan
kunci keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan.
c. Pendampingan Pemerintah, terutama ditujukan bagi kegiatan yang
belum memungkinkan dilakukan kegiatan dengan pola KSO dan pola
kemitraan.

Konservasi Sumber Daya Alam Indonesia

Ditinjau dari bahasa, konservasi berasal dari kata conservation, dengan pokok kata to conserve (Bhs inggris) yang artinya menjaga agar bermanfaat, tidak punah/lenyap atau merugikan. Sedangkan sumber dalam alam sendiri merupakan salah satu unsur dari liungkungan hidup yang terdiri dari sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati, serta seluruh gejala keunikan alam, semua ini merupakan unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dari sedikit uraian tersebut diatas, maka konservasi sumber daya alam dapat diartikan sebagai pengelolaan sumber daya alam yang dapat menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan pertsediaannyadengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragamannya.
Menurut kemungkinan pemulihannya, kita mengenal 2 (dua) macam sumber daya alam, yaitu :
1. Renevable, sumber daya alam yang dapat dipulihkan/  diperbaharui, yaitu sumber daya alam yang dapat dipakai kembali setelah diadakan beberapa proses.
Contoh : air, pohon, hewan dll
2. Anrenevable, yaitu sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui/ dipulihkan apabila dipakai terus menerus akan habis dan tidaka dapat diperbarui.
Contoh : minyak bumi, batubara, Emas dll.
Pengertian konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya dapat mengandung tiga aspek, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
2. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman, jenis baik flora dan fauna beserta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari bagi terjaminnya sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kendala / permasalahan dan upaya penanggulangannya dalam konservasi lingkungan. Dalam melaksanakan pembangunan konservasi sumber daya alam, dan ekosistemnya masih ditemui kendala  pada umumnya diakibatkan oleh :
1. Tekanan penduduk
Jumlah penduduk Indonesia yang padat sehingga kebutuhan akan sumber daya alam meningkat.
2. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran ekologis dari masyarakat masih rendah, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang belum memadai. Sebagai contoh beberapa kawasan konservasi yang telah ditetapkan banyak mengalami kerusakan akibat perladangan liar / berpindah-pindah.
3. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi yang cukup pesat akan menyerap kekayaan (eksploitasi sumber daya alam) dan kurangnya aparat pengawasan serta terbatasnya sarana prasarana.
4. Peraturan dan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum cukup mendukung pembentukan kawasan konservasi khususnya laut (perairan).
Agar usaha pembangunan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia dapat mencapai harapan yang telah ditetapkan secara garis besar perlu ditempuh upaya sebagai berikut :
1. Intensifikasi pengelolaan kawasan konservasi
2. Peningkatan dan perluasan kawasan konservasi sehingga mewakili tipe-tipe ekosistem yang ada.
3. Recruitment dan peningkatan ketrampilan personel melalui pendidikan dan latihan.
4. Peningkatan sarana dan prasarana yang memadai.
5. Peningkatan kerjasama dengan isntansi lain didalam dan luar negeri.
6. Penyempurnaan peraturan perundang-undanagn dibidang konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
7. Peningkatan pengamanan dan pengawasan terhadap kawasan konservasi (dengan pemberian pal-pal batas) peradaran flora dan fauna.
8. Memasyarakatkan konservasi ke seluruh lapisan masyarakat sehingga dapat berperan serta dalam upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan
Kawasan konservasi adalah merupakan salah satu sumber kehidupan yang dapat meningkatkan kesejahtreraan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu usaha-usaha konservasi di Indonesia haruslah tetap memegang peranan penting dimasa yang akan datang, suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa usaha konservasi sumber daya alam tersebut harus dapat terlihat memberikan keuntungan kepada masyarakat luas, hal ini penting untuk mendapat dukungan dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.

Definisi-definisi
1. Sumber Daya Alam Hayati adalah unsur-unsur hayati dialam yang terdiri dari sumber alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
2. Konservasi sumber daya alam hayati, adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjaga kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
3. Ekosistem sumber daya alam hayati, adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang saling ketergantungan dan pengaruh mempengaruhi.
4. Kawasan suaka alam, adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik didarat dan diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.
5. Kawasan pelestarian alam, adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik didarat maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatannya secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
6. Kader konservasi dan pecinta alam, adalah seseorang atau sekelompk orang yang telah terdidik atau ditetapkan oleh isntansi pemerintah atau lembaga non pemerintah yang secara sukarela sebagai penerus upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, bersedia serta mampu menyampaikan pesan-pesan konservasi kepada masyarakat.
7. Cagar alam, adalah hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alam yang khas termasuk alam hewani dan alam nabati yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

KAJIAN KEBERADAAN HUTAN MANGROVE: PERAN, DAMPAK KERUSAKAN DAN USAHA KONSERVASI

A. PENDAHULUAN

Indonesia membentang sejauh 5000 km dari Sumatra di bagian barat hingga
Irian Jaya di bagian timur. Indonesia merupakan negara archipelago (nusantara)
terbesar di dunia dengan luas teritorial daratan dan lautan kira-kira 7,7 juta km2,
terdiri atas 17.500 pulau dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Hanya Kanada
yang memiliki garis pantai yang lebih panjang dan itupun sebagian besar terkepung
es, dengan begitu Indonesia memiliki garis pantai aktif yang potensial secara
ekonomis yang terbesar di dunia. Hampir 75% dari wilayah terdiri dari perairan
pesisir dan lautan termasuk 3,1 juta km2 lautan teritorial dan archipelago serta 2,7
juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Parry, 1996).
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 60/kpts/DJ/I/1978
tentang Pedoman Silvikultur Hutan Mangrove, yang dimaksud dengan hutan
mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai
yang dipengaruhi pasang surut air laut (Darsidi, 1984).
Indonesia yang memiliki pulau-pulau dan garis pantai yang panjang
menunjukkan bahwa apabila hutan mangrove dikelola dengan baik dapat
memberikan manfaat yang sangat besar secara lestari (Tjardana dan Purwanto,
1995).
Hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya alam yang potensial telah
lama diusahakan. Pada mulanya bentuk pemanfaatan oleh masyarakat pada
hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya antara lain dengan
penebangan hutan mangrove untuk memperoleh kayu bakar, arang, daun-daun
untuk atap rumah dan sebagainya; serta penangkapan ikan, udang dan jenis-jenis
biota air lainnya. Dan perkembangan selanjutnya pemanfaatan ini berkembang ke
arah bentuk pengusahaan yang bersifat komersial dan dilakukan secara besarbesaran, baik dalam bentuk pengusahaan hutan bakau yang dilakukan pada areal hutan yang tetap dengan pola yang teratur oleh perusahaan perkayuan maupun untuk usaha pertambakan yang makin bertambah meluas. Disamping itu dengan
adanya pertambahan penduduk yang main meningkat, bentuk pemanfaatan tidak
saja dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari hutan tersebut, tetapi malah
berkembang ke bentuk pemanfaatan lahannya sendiri untuk usaha-usaha lainnya
seperti untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman. Dengan semakin lajunya
pemanfaatan hutan mangrove yang terkait pada berbagai sektor usaha, maka segala
bentuk pemanfaatan ini kemudian diatur dan dikelola secara sektoral
(departemental). Pada saat ini penataan mangrove belum dilakukan secara
keseluruhan. Selain itu adalah demografi belum terkendali dan dinamika hutannya
sendiri belum diungkapkan secara, maka sampai sekarang kegiatan-kegiatan yang
ada masih berjalan sendiri-sendiri baik yang dilakukan oleh instansi yang
berkepentingan maupun oleh masyarakat terutama penduduk yang berdekatan
dengan kawasan hutan mangrove.1
Hutan mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut,
sudah sejak lama diketahui mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai
yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu
perairan. Sudah lebih dari seabad hutan mangrove diketahui memberi manfaat pada
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu
sebagai sumber penghasil kayu bakar dan arang, bahan bangunan, bahan baku pulp
untuk pembuatan rayon, sebagai tanin untuk pemanfaatan kulit, bahan pembuat
obat-obatan, dan sebagainya. Secara tidak langsung hutan mangrove mempunyai
fungsi fisik yaitu menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi
pantai dan tebing sungai dari pengikisan atau erosi, menahan dan mengendapkan
lumpur serta menyaring bahan tercemar. Fungsi lain adalah sebagai penghasil
bahan organik yang merupakan pakan makanan biota, tempat berlindung dan
memijah berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota laut. Juga berbagai habitat
satwa terbang, seperti burung-burung air, kelelawar dan berbagai habitat primata
seperti bekantan yang bersifat endemik di Kalimantan, kemudian jenis-jenis lutung
maupun monyet. Mangrove juga merupakan habitat bagi reptilia seperti buaya,
biawak dan banyak jenis insekta.2
1 Dikutip dari intisari Seminar IV Ekosistem Mangrove, Bandar Lampung, 7-9 Agustus 1990
2 Pengarahan Menteri Kehutanan, Dr. Soedjarwo pada Seminar III Ekosistem Mangrove, Denpasar 5-8
Agustus 1986


B. EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DAN PERANANNYA

Hutan mangrove ialah hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial
di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan
terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Egiceras, Scyphyphora dan Nypa (Soerianegara,
1987).
Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna,
estuaria, dan endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan
dinamis namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan
perairan/tanah di bawahnya merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan.
Dinamis, karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi
sesuai dengan perubahan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan
sulit untuk pulih kembali (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).
Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang
menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem
mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya.
Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai
yang didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara
biologis, hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai,
termasuk kehidupan biotanya. Misalnya: sebagai tempat pencarian pakan,
pemijahan, asuhan berbagai jenis ikan, udang dan biota air lainnya; tempat
bersarang berbagai jenis burung; dan habitat berbagai jenis fauna. Secara
ekonomis, hutan mangrove merupakan penyedia bahan bakar dan bahan baku
industri (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).
Selain tumbuhan, banyak jenis binatang yang berasosiasi dengan mangrove,
baik di lantai hutan, melekat pada tumbuhan mangrove dan ada pula beberapa jenis
binatang yang hanya sebagian dari daur hidupnya membutuhkan lingkungan
mangrove. Jenis ini terutama Crustaceae, Mollusca dan ikan. Hal ini menunjukkan
pentingnya mangrove bagi kehidupan binatang (Atmawidjaja, 1987).
Hutan mangrove mempunyai multifungsi yaitu fungsi hayati, fungsi fisik dan
fungsi kimiawi. Sebagai penyumbang kesuburan perairan sudah tidak bisa disangkal
lagi karena kawasan hutan mangrove merupakan perangkap nutrisi dan bahan
organik yang terbawa aliran sungai dan rawa. Bahan organik mengalami
penghancuran oleh fauna hutan mangrove dan selanjutnya proses dekomposisi oleh
jasad renik menjadi berbagai senyawa yang lebih sederhana. Bersama dengan
nutrisi yang dibawa sungai, bahan tersebut diserap oleh tumbuh-tumbuhan (Suwelo
dan Manan, 1986).
Secara fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai benteng atau
pelindung bagi pantai dari serangan angin, arus dan ombak dari laut. Hutan
mangrove dapat diandalkan sebagai benteng pertahanan terhadap ombak yang
dapat merusak pantai dan daratan pada keseluruhannya (Abdullah, 1984).



C. HUTAN MANGROVE, PENDUDUK, EKONOMI
DAN KONSERVASI


Sebagian masyarakat menganggap hutan mangrove adalah daerah tidak
berguna, sarang nyamuk, sarang hama dan bibit penyakit dan kumuh (Ch. Endah
Nirarita, 1993). Karena anggapan tersebut, maka hutan mangrove kurang
berkembang dan cenderung menyusut bahkan menuju kepunahan. Hal ini
disebabkan karena peranan hutan mangrove tidak dapat diungkapkan secara
obyektif dan komprehensif. Mekanisme ekonomi hanya menampung peranan hutan
mangrove yang bisa melewati pasar dan memilih manfaat yang dapat diberi nilai
uang (Emil Salim, 1986; Hadipurnomo, 1995).
Hutan mangrove yang dahulu dianggap sebagai hutan yang kurang
mempunyai nilai ekonomis, ternyata merupakan sumberdaya alam yang cukup
berpotensi sebagai sumber penghasil devisa serta sumber mata pencaharian bagi
masyarakat yang berdiam di sekitarnya (Darsidi, 1984).
Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa akhir-akhir ini terlihat gangguangangguan
yang cenderung dapat mengancam kelestarian hutan dan mengubah
ekosistem mangrove menjadi daerah-daerah pemukiman, pertanian, perluasan
perkotaan dan lain sebagainya. Faktor utama penyebab gangguan ini adalah
perkembangan penduduk yang pesat dan perluasan wilayah kota (Darsidi, 1984).
Agaknya sudah dapat diraba bahwa mati hidupnya ekosistem hutan
mangrove amat bergantung pada bentuk aktivitas manusia. Dengan masuknya
teknologi, keterbatasan kemampuan manusia dapat ditopang, sehingga kedudukan
ekosistem hutan mangrove (dan ekosistem lainnya) berada pada titik kritis.
Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam mengelola hutan mangrove hendaknya
jangan hanya melihat nilai ekonominya saja dengan maksud agar cepat
menghasilkan tanpa melihat kerugian dalam jangka panjang, akan tetapi juga harus
memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya dan kelestarian (Budiman, Kartawinata
dan Soerianegara, 1984).
Gangguan yang cukup besar terhadap hutan mangrove dapat menimbulkan
erosi pantai, karena perlindungan yang diberikan oleh pohon-pohon mangrove sudah
lenyap. Pantai pesisir akan berkurang dan tinggallah pantai sempit yang terdiri dari
pasir atau kolam-kolam asin yang tak dapat dihuni. Maka pusat-pusat pemukiman
pantai makin mudah diserang topan dan air pasang (Hadipurnomo, 1995).
Pengrusakan serta pengurangan luas hutan mangrove di suatu daerah akan
mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas perikanan (terutama udang) di
perairan sekitar daerah tersebut (Naamin, 1988).
Usaha-usaha pelestarian yang harus dikembangkan adalah:
1. Perlindungan kawasan hutan mangrove yang bernilai konservasi tinggi,
hendaknya dengan melihat prioritas sebagai berikut:
a Hutan mangrove yang berdekatan dengan muara sungai
b Hutan mangrove yang berdekatan dengan daerah penangkapan ikan ataupun
daerah pengeringan ikan
c Hutan mangrove yang berdekatan dengan pemukiman dan industri
d Hutan mangrove yang merupakan penyangga mutlak terhadap bahaya erosi
maupun banjir
e Hutan mangrove yang mempunyai tumbuhan muda yang rapat
f Hutan mangrove yang terdapat di suatu pulau
2. Peremajaan perlu dilakukan pada hutan mangrove yang telah rusak untuk
memulihkan fungsi ekosistem dan untuk meningkatkan nilai manfaat
langsungnya
3. Pencagaran ekosistem hutan mangrove hendaknya berdasarkan kriteria yang
jelas dan pertimbangan yang rasional.3



D. LINGKUP PENELITIAN DAN KAJIAN TENTANG
HUTAN MANGROVE

Penelitian mengenai hutan mangrove di Indonesia perlu ditingkatkan dengan
memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan, antara lain:
a Penelitian multidisiplin tentang sifat biologi, geografi dan fisik hutan mangrove
serta hubungan timbal balik dengan lingkungan
b Penelitian sosial ekonomi, antara lain masalah penduduk sekitar hutan mangrove,
dan teknologi pemanfaatannya, termasuk pemanfaatan secara tradisional
c Penelitian mengenai kecenderungan permintaan atas produk hutan mangrove
d Penelitian mengenai aspek geografi hutan mangrove untuk bahan pertimbangan
penunjukan sebagai kawasan konservasi alam
e Penelitian untuk menelaah pelaksaan kebijaksanaan mengenai hutan mangrove
(Suwelo dan Manan, 1986).
Disarankan prioritas utama penelitian diletakkan pada kegiatan inventarisasi,
meliputi pemetaan, distribusi, pendugaan luas dan identifikasi tipe hutan. Penelitian
terapan perlu dipusatkan pada penelitian silvikultur, metode peremajaan dan
produktivitas. Di bidang sosial perlu diteliti pemanfaatan tradisional, tata guna lahan
dan pemilikan, analisis “cost-benefit” jangka panjang yang berkaitan dengan
perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia (Budiman, Kartawinata dan
Soerianegara, 1984).
Kartawinata dkk. (1979) mengemukakan bahwa ekosistem hutan mangrove di Indonesia sudah banyak diteliti orang. Akan tetapi, penelitian-penelitian yang
dilakukan orang selama ini masih berjalan sendiri-sendiri. Jarang atau dapat
dikatakan tidak ada pendekatan penelitian pada tingkat ekosistem yang dilakukan
secara terpadu. Terlihat bahwa penelitian yang berjalan sendiri-sendiri kurang dapat
dipakai sebagai dasar kebijaksanaan (Budiman, Kartawinata dan Soerianegara,
1984).
Bermacam-macam karakter dari ekosistem mangrove di daerah pantai
sekarang telah diketahui dengan baik di Indonesia. Namun, manajemen dan
pemanfaatan sumberdaya ini hingga kini memiliki dasar ilmiah yang sangat sedikit.
Burbridge dan Koesoebiono (1980) yakin bahwa strategi pengembangan yang
sekarang dari sumberdaya mangrove di Indonesia telah didasarkan pada informasi
yang terbatas dan tidak lengkap (Soemodihardjo dan Soerianegara, 1989).
3 dikutip dari intisari hasil Seminar II Ekosistem Mangrove, Baturaden 3-5 Agustus 1982


PENUTUP

Sebagai hutan yang memiliki peranan yang sangat penting, hutan mangrove
memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Setiap kebijaksanaan yang
diambil harus diputuskan dengan cermat melalui suatu penelitian yang terpadu.
Penelitian dalam usaha pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan
mangrove biasanya terbentur oleh data yang sudah lama dan informasi yang tidak
lengkap, ataupun informasi yang sebenarnya lengkap namun terpisah-pisah. Oleh
karena itu diperlukan suatu sistem informasi yang dapat merangkum informasi
menjadi suatu sistem informasi yang terpadu, yang datanya mudah diperbaharui
sejalan dengan perubahan waktu dan mampu memberikan informasi yang lengkap
untuk pengelolaan hutan mangrove yang terencana dan mantap.
Usaha-usaha pelestarian hutan mangrove harus dilaksanakan dengan
mempertimbangkan peran hutan mangrove itu sendiri bagi kelestariannya dan
kehidupan masyarakat di sekitar hutan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 1984. Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam
Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI.
Jakarta.
Atmawidjaja, R. 1987. Konservasi dalam Rangka Pemanfaatan Hutan Mangrove di
Indonesia dalam Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Proyek Penelitian
Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Budiman, A., K. Kartawinata dan I. Soerianegara. 1984. Arah Penelitian Hutan
Mangrove di Indonesia sebagai Dasar Kebijaksanaan Pengembangan dan
Pengelolaannya dalam Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove. Proyek
Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Darsidi, A. 1984. Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding
Seminar II Ekosistem Mangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Hadipurnomo. 1995. Fungsi dan Manfaat Mangrove di dalam Mintakat Pantai
(Coastal Zone). Duta Rimba/Maret-April/177-178/XXI/1995. Perum Perhutani.
Jakarta.


Naamin, N. 1988. Masalah Pengelolaan Perikanan Laut di Pantai Timur Sumatera
dalam kaitannya dengan Perubahan Lingkungan dalam Coastal Zone
Environmental Planning in the Strait of Malacca, Lokakarya Perairan Pantai
Perencanaan Lingkungan untuk Selat Malaka, Palembang, Indonesia 7-9 Juni
1988. F. Sjarkowi, W. J. M. Verheugt dan H. J. Dirschl (ed.). Proyek
Pengembangan Pusat Studi Lingkungan, Development of Environmental Study
(DESC) Project UNDP/IBRD/GOI. Palembang.
.2002 digitized by USU digital library 6
Nugroho, S. G., A. Setiawan dan S. P. Harianto. 1991. “Coupled Ecosystem Silvo-
Fishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung
dan Melindungi dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia
Nasional Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta.
Parry, D. E. 1996. Strategi Nasional untuk Pengelolaan Hutan Mangrove di
Indonesia dalam Lokakarya “Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di
Indonesia, Jakarta, 26-27 Juni 1996. Proyek Pengelolaan dan Rehabilitasi
Hutan Mangrove di Sulawesi, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan, Departemen Kehutanan. Jakarta.
Soemodihardjo, S and I. Soerianegara. 1989. The Status of Mangrove Forest in
Indonesia in Symposium on Mangrove Management: Its Ecological and
Economic Considerations, Bogor, Indonesia, August 9-11, 1988. Biotrop
Special Publication No. 37/1989. Bogor.
Soerianegara, I. 1987. Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove
dalam Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Proyek Penelitian
Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Suwelo, I. S. dan S. Manan. 1986. Jalur Hijau Hutan Mangrove sebagai Wilayah
Konservasi Daerah Pantai dalam Daya Guna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan
Mangrove. I. Soerianegara, S. Hardjowigeno, N. Naamin, M. Soedomo, A.
Abdullah (ed.). Panitia Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta
Tjardana dan E. Purwanto. 1995. Hutan Mangrove Indonesia, terjemahan bebas
dari “Indonesian Mangrove Forest” publikasi Departemen Kehutanan. Duta
Rimba/Maret-April/177-178/XXI/1995. Perum Perhutani. Jakarta.

Rabu, 22 Oktober 2008

Ketika Kutemukan Cinta

Dalam keheningan Sahara Yulara*
Dalam terdamparnya jiwa yang ramai menjadi sunyi...

Kutemukan Cinta...

Cinta itu begitu melekat pada sapuan pandangan...
hinggga tiap sudutnya termakna ketulusan yang membunga jiwa

Begitu cantiknya Cinta itu terlihat, seolah Sahara bagai Swarga
Dan begitu selaras bilur Cinta itu terasa, hingga meruah menjadi makna

Wahai Sang pemilik Cinta...
Sungguh Engkau menabur Cinta tiada segan...
Engkau Ciptakan Uluru* yang tegar, besar dan memerah...
Dan kokohnya Kata Tjuta* yang memangku kaki langit Australia

Semua untuk piala piala Cinta...
Aborigin yang legam bisa singgah didalamnya
mamalia yang melata, Kangguru, dan Unta berkumpul menyatu
Semua merasakan tebaran cinta Mu

Sampailah pada sudut relung hati ini
Pemilik piala cinta yang telah usang
yang rapuh memaknai cinta dan Karunia

Wahai Pemilik Lautan Cinta...
Jadikan jiwa dan hati ini tunduk dan patuh pada kebesaran cintamu
yang kan menjadikan piala cinta ini kemilau kembali

Jadikan tatapan Sahara Yulara ini menjadi luas
seluas hati ini meraih benih akan cinta-Mu.

Dan jadikan bingkai alam ciptaanMu ini
kelak menjadi bingkai cinta yang Kau persembahkan
sebagai hadiah cantik dalam hidupku.

Mapala di Tengah Isu Lingkungan

“.…telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Al Qur`an surat ar Rum (30) : 41


Landasan Keilmuan
Secara umum, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia (karena manusia yang bikin istilah ini, kalau kucing yang bikin, pasti artinya segala sesuatu yang ada di sekitar kucing!!!). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 pasal 1, lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dengan demikian definisi lingkungan sangatlah luas karena mencakup ruang angkasa, bintang, bulan, planet dan segala benda langit lainnya termasuk bumi. Akan tetapi dalam pembahasan ini batasan tersebut dipersempit hanya sampai di bumi karena di bumilah manusia hidup (kecuali yang mengaku los Galacticos, bangsa Saiya, Cryptonian atau sejenisnya!) dan berinteraksi dengan penghuni bumi lainnya baik sesama manusia, makhluk hidup lain maupun benda-benda mati di sekelilingnya. Semua komponen tersebut membentuk suatu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan dan stabilitas yang disebut ekosistem, dengan ekologi sebagai ilmu yang mempelajarinya.

Ilmu lingkungan adalah suatu ilmu lintas disiplin yang membahas tentang interaksi kompleks yang terjadi antarekosistem di darat, air dan udara beserta kehidupan hayati dengan manusia yang menjadi elemen penting di dalamnya. Karena itu, ilmu lingkungan mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, hukum serta sains dan teknologi dengan bahasan pada keterkaitan (interrelatedness) dan keterhubungan (interconetedness) antardisiplin ilmu tersebut sehingga tervisualkan bahwa memang itulah yang nyata terjadi di alam.
Isu Lingkungan
Masalah lingkungan hidup adalah masalah yang multisumber, multipenyebab dan multidampak. Beberapa yang sangat krusial yaitu permasalahan sampah domestik dan perkotaan, limbah industri, menurunnya kualitas ekosistem, polusi di perairan dan teresterial, pemanasan global dan isu perubahan iklim serta yang tak kalah penting adalah kenyataan betapa rendahnya perilaku dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.

Paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan terjadinya distribusi sumberdaya alam yang tidak adil. Selama ratusan tahun negara-negara di belahan bumi utara telah dimakmurkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang terjadi di belahan bumi selatan melalui kolonialisme. Eksploitasi sumberdaya alam secara masif dan dilakukan secara destruktif tersebut dilakukan untuk memasok bahan baku bagi proses industrialisasi yang berlangsung di negara-negara utara demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Proses ketidakadilan dalam eksploitasi dan distribusi sumber daya telah menyebabkan marjinalisasi masyarakat serta kerusakan lingkungan hidup di negara-negara selatan.

Dalam hal tersebut, lingkungan hidup ditafsirkan secara konvensional yaitu dianggap sebagai obyek. Perspektif ini memandang dan menempatkan lingkungan hidup sebagai obyek yang berkonotasi komoditas dan dapat dieksploitasi untuk menunjang pembangunan semata. Skala pragmatisme serta pendekatan dan tujuan yang didominasi oleh metodologi positivisme atas esensi lingkungan hidup telah menjadi racun bagi skala kerusakan dan dampak bawaan lingkungan hidup. Padahal esensi lingkungan hidup merupakan kehidupan yang melingkupi tata dan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnnya. Tata dan nilai yang menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan sumberdaya alam dan keadilan sosial bagi kehidupan manusia saat ini dan generasi yang akan datang.

Menyadari betapa kompleksnya permasalahan lingkungan tersebut maka usaha apapun untuk mengatasinya tidak akan pernah berhasil hanya dengan mengandalkan pada satu disiplin ilmu semata, satu paradigma berpikir atau satu aspek saja, melainkan haruslah merupakan sebuah upaya komprehensif antardisiplin terkait.
Mapala = mahasiswa pecinta alam, manusia pecinta alam, masyarakat pecinta alam???
Dalam berkegiatan, mapala memiliki tiga visi yaitu petualangan, pengabdian pada masyarakat dan konservasi lingkungan. Visi konservasi lingkungan dan pengabdian pada masyarakat inilah yang dituntut untuk lebih ditonjolkan sehingga manfaat kegiatan kepencintaalaman bermanfaat positif bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian maka mapala benar-benar menempatkan dirinya sebagai agen yang rela memperhatikan alam dan mengorbankan kepentingan pribadinya. Dalam prakteknya tentu manusia tidak bisa menafikkan bahwa dirinya harus mengambil manfaat dari alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi hal itupun seharusnya dilakukan tanpa mengeksploitasi alam habis-habisan.

Terlepas dari berbagai konotasi negatif yang timbul (pasti udah pada tau!), pecinta alam mempunyai satu peran penting dalam membina generasi muda untuk peduli terhadap alam seperti kegiatan penghijauan atau aksi bersih kali. Aktualisasi peran mapala dalam merespons isu-isu lingkungan tersebut sekaligus menepis tudingan bahwa mapala hanya berkutat dengan kegiatan petualangan. Namun, dalam tataran politik, pecinta alam cenderung apolitis dalam tataran gerakan lingkungan. Secara keseluruhan pecinta alam belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan yang dinamis, sepertinya belum ada satu pemikiran taktis gerakan pecinta alam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan. Lebih jauh lagi, masih sedikit aksi-aksi advokasi dari para mahasiswa pecinta alam untuk masalah lingkungan. Dalam hal ini, kebanyakan mapala masih terkesan apatis untuk melakukan advokasi misalnya bagi korban pencemaran lingkungan ataupun penolakan untuk rencana pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Padahal bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk membangun sebuah sinergi gerakan dari para pecinta alam baik itu mahasiswa pecinta alam, siswa pecinta alam ataupun kelompok – kelompok pecinta alam lainnya untuk masa depan lingkungan hidup karena masalah lingkungan adalah permasalahan bersama. Harapan yang ingin dicapai tentunya adalah timbul korelasi yang positif antara banyaknya pecinta alam dengan kelestarian alam ini, bukan sebaliknya.

Konferensi tingkat tinggi diselenggarakan di berbagai negara, kebijakan sudah dicanangkan, hukum dan undang-undang telah dibuat, namun masalah lingkungan terus saja berlangsung dengan skala yang makin meningkat hingga sekarang. Kini, apa yang dapat Anda dan kita bersama lakukan untuk mengatasinya?


sepi ing pamrih
ramé ing gawé
mamayu hayuning buwono
. . . . .

Selasa, 21 Oktober 2008

WWF: Kutub Utara Mencair, Percepat Komitmen Iklim











Fakta bahwa lapisan es kutub utara mungkin mencair seluruhnya pada puncak musim panas tahun ini merupakan bukti efek pemanasan global yang tidak dapat dicegah. Karena itu, organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) mendesak komitmen baru untuk mengatasi perubahan iklim segera disepakati. WWF menyatakan hasil pemantauan terakhir menunjukkan bahwa saat ini luas lapisan es di kutub utara telah berada pada titik terendah kedua sepanjang sejarah. Pada puncak musim panas, kutub utara bisa saja benar-benar bebas es jika laju mencairnya es tak dapat dicegah. "Jika Anda menghitung berdasarkan laju pencairan itu, mungkin luas lapisan es tahun ini akan lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak pemantauan dilakukan," ujar Martin Sommerkorn, penasihat senior iklim program Arktik WWF. Ia mengatakan, tahun ini mungkin untuk pertama kalinya perairan Arktik dapat dilalui kapal dengan bebas di musim panas. Es mungkin benar-benar mencair sepenuhnya termasuk di daerah Northwest Passage di Amerika Utara dan Northeast Passage di Rusia yang selama musim panas biasanya masih terhubungkan es. Pusat Data Salju dan Es AS menunjukkan luas laisan es berada pada titik terendah kedua sepanjang sejarah pada awal September 2008. Luas lapisan es masih mungkin terus berkurang hingga musim panas berakhir. Bulan lalu, ilmuwan dari Universitas Trent Kanada melaporkan bahwa beting es seluas Kota Manhattan pecah dan terlepas dari Pulau Ellesmere yang ada di Arktik bagian utara. Hal tersebut menunjukkan menipisnya lapisan es sehingga tidak kuat menopang seluruh bagian beting es. "Hal tersebut juga menjadi tanda bahwa spesies seperti beruang kutub sedang menghadapi pengaruh negatif akibat perubahan iklim," ujar Sommerkorn. Perubahan ini juga berdampak pada penduduk yang tinggal di sekitar Arktik yang sebagain hidupnya tergantung pada keberadaan beruang kutub. Lapisan es di Arktik mengalami dinamika sepanjang tahun, mencair saat musim panas dan kembali membeku di musim dingin. Sebagain kawasan Arktik memang berupa lautan beku yang dikelilingi daratan di sekitarnya. Dari tahun ke tahun, laju pencairan es lebih tinggi daripada laju pembekuannya kembali. Artinya semakain banyak cairan yang dilepaskan dari kutub utara ke lautan lepas sehingga turut menyumbang kenaikan muka air laut di seluruh dunia. Berkurangnay luas laisan es juga turut meningkatkan suhu atmosfer. Sebab, es lebih banyak memantulkan cahaya Matahari daripada menyerap seperti air laut. "Jika es hilang, perairan Arktik akan menyerap lebih banyak panas sehingga menambah pemanasan global," ujar Sommerkorn. Pemanasan global tak hanya dihadapi Arktik namun juga seluruh wilayah di permukaan Bumi.
Dengan alasan itu, WWF mendesak pembicaraan mengenai kesepakatan baru berbagai negara untuk mengatasi perubahan iklim harus dipercepat. Protokol Kyoto yang sekarang menjadi pegangan bersama akan berakhir tahun 2012. Kesepakatan baru untuk melakukan langkah lebih baik harus dapat disepakati seusia rencana pada konvensi yang akan digelar di Kopenhagen, Denmark, pada Desember 2009.

Cegah Perubahan Iklim, Kurangi Makan Daging






Salah satu isu yang masih hangat pada 2008 ini adalah perubahan iklim. Bergulirnya isu tersebut membuat orang di dunia berbondong-bondong memperbaiki gaya hidupnya.
Perubahan iklim telah menyebabkan kerusakan alam yang miris, seperti mencairnya es-es abadi di Kutub Utara. Sejumlah ahli di dunia bahkan memprediksi lapisan es abadi di Kutub Utara mungkin hilang sama sekali tahun ini.
Jika kondisi tersebut benar-benar terjadi, kenaikan muka air laut akibat pencairan es besar-besaran tidak dapat dicegah. Banjir mengancam kawasan pesisir seluruh dunia. Kenaikan suhu atmosfer juga ditengarai memicu badai makin sering dan kuat sehingga meningkatkan risiko ancaman kerusakan.
Untuk mencegah hal tersebut bisa dilakukan dengan sederhana asal disadari semua orang. Pakar iklim dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), salah satu badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rajendra Pachauri, berhasil menemukan hal yang sangat sederhana untuk memperlambat efek perubahan iklim di dunia.
Menurut dia, mengurangi konsumsi daging dapat mereduksi efek tersebut. Dia mengatakan setiap orang harus rela meluangkan satu hari dalam seminggu, hidup tanpa asupan daging.
"Jangan makan daging satu hari dalam satu minggu secara rutin, itu akan mereduksi efek tersebut," ujarnya. Pria vegetarian berusia 68 tahun itu menuturkan diet ini sangat penting karena akan mengurangi jumlah ternak.
Sebab, menurut Badan Pangan Dunia (FAO), usaha peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca secara langsung sebesar 18 persen dari proses pengolahan hingga pemotongan serta gas buang ternak yang mengandung methan. Pengendalian ternak bakal memberikan dampak signifikan.

Dampak Polusi Asia Di Amerika





Kalangan ilmuwan mengkhawatirkan polusi di Asia dapat merusak pola cuaca di sepanjang Pasifik Utara, memperparah pemanasan global, dan mengurangi curah hujan di Amerika Barat.
Menurut laporan yang dipublikasikan di Journal of Geophysical Research, lebih dari 10 miliar pons polutan di udara yang berasal dari Asia, mencapai wilayah Amerika Serikat tiap tahunnya dan diperkirakan bakal memburuk.
Para pejabat China telah mengeluarkan peringatan polusi di negerinya dapat meningkat menjadi empat kali lipat dalam 15 tahun ke depan.
Di tengah belum pastinya siapa yang paling bertanggung jawab, beberapa pihak mengatakan bahwa polusi 'buatan' Asia dapat mengganggu pola cuaca di sepanjang Pasifik Utara, memperparah pemanasan global, dan mengurangi curah hujan di daerah Amerika Barat.


"Polusi aerosol dari Asia Timur berefek besar bagi belahan dunia ini karena adanya transportasi jarak jauh," sebut laporan tersebut.
Laporan itu mengatakan zat polutif menyebar ke troposfer teratas (lapisan paling bawah dari atmosfer) melalui Asia dan terbawa angin menuju Amerika dalam hitungan satu pekan atau kurang menanggapi problem ini, National Academies of Science di bawah perintah Enviromental Protection Agency, NASA, National Oceanic and Atmospheric Administration, dan The National Academies of Science, telah membentuk sebuah panel untuk meneliti masalah ini beserta efeknya. Laporan panel ini akan dilaporkan musim panas mendatang.
Konsentrasi yang paling utama dalam polusi udara ini adalah merkuri, salah satu zat polutif berbahaya yang berasal dari beratus-ratus pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik di China dan di berbagai daerah Asia lainnya. Sebuah studi memperkirakan merkuri tersebut sudah mengontaminasi Sungai Willamette di Oregon dengan China sebagai pemasok utamanya.

Studi lain yang dilakukan oleh National Academies of Science melaporkan 30 persen merkuri tersebut terendap di belahan bumi Amerika yang berasal dari pembuangan pesawat udara, dengan konsentrasi merkuri tertinggi berada di Alaska dan di negara bagian sebelah barat lainnya.

Bagi Amerika, polusi dari Asia ini membuat mereka harus memperketat standar kualitas udara.

Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

PEMANASAN GLOBAL
DAN
PERUBAHAN IKLIM

Jika anda ingin mengirimkan komentar, pertanyaan atau menginginkan informasi lanjut,
silahkan menghubungi kami: jpicclimatechange@yahoo.co.uk



Dampak Perubahan Iklim Pada Kehidupan
Pengantar

Arikel kecil ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang gamblang mengenai Perubahan
Iklim dan Pemanasan Global; juga dimaksudkan untuk menyampaikan masalah tersebut kepada
anda baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Diharapkan bahwa buku kecil ini membantu
anda untuk memahami dengan lebih baik kompklexitas permasalahan tersebut dan perlunya
tindakan nyata untuk menyelamatkan planet kita ini.
Kami menyertakan juga sejumlah sumber dari Kitab Suci dan Teologi untuk digunakan dalam
kelompok kerja dan komunitas serta sejumlah sumber lain demi pendidikan dan pembinaan
lanjutan anda sendiri. Buku kecil ini bukanlah suatu jawaban tuntas atas seluruh permasalahan
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, tetapi baiklah menggunakannya untuk mengetahui ke
mana anda mencari informasi agar selangkah demi selangkah maju untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Artikel kecil ini akan berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa itu pemanasan global dan perubahan iklim?
Apa saja penyebab dari pemanasan global:
• Apa akibatnya bagi keadilan sosial?
• Apa dampaknya?
Mengapa kaum religius harus memperhatikannya dan terlibat?
Apa yang dikatakan iman kita berkaitan dengan lingkungan hidup?
Apa yang dapat kita kerjakan sekarang?
Apa itu perubahan iklim dan pemanasan global?
Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas
rumah kaca – terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas
tersebut tidak berfungsi.
Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya
bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon
dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti
rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada
sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca
menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C.
Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer
bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah
mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%.
Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi.
Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa
pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari
bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
• Perubahan Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21.
• Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam setudi mutakhir memperlihatkan bahwa
masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia.
• Pemasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya.
Sebagian besar setudi tentang perubahan iklim sepakat bahwa sekarang kita menghadapi
bertambahanya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin


sudah terjadi sekarang. Pada bulan Desember 1977 dan Desember 2000, Panel Antar Pemerintah
Mengenai Perubahan Iklim, badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan, mengajukan sejumlah
pandangan mengenai realitas sekarang ini:
• Bencana-bencana alam yang lebih sering dan dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin
topan, siklon dan kekeringan akan terus terjadi. Bencana badai besar terjadi empat kali lebih
besar sejak tahun 1960.
• Suhu global meningkat sekitar 5 derajat C (10 derajat F) sampai abad berikut, tetapi di
sejumlah tempat dapat lebih tinggi dari itu. Permukaan es di kutub utara makin tipis.
• Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon dari pohon-pohon, juga menghilangkan
kemampuan untuk menyerap karbon. 20% emisi karbon disebabkan oleh tindakan manusia
dan memacu perubahan ilim.
• Sejak Perang Dunia II jumlah kendaraan motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680
juta; kendaraan motor termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya
emisi carbon dioksida pada atmosfer.
• Selama 50 tahun kita telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber energi
yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50% dari hutan dunia.



Apa yang menyebabkan pemanasan global?

Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah
kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang
umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta
pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi
metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan
ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam
Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif
yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan
vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat
emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara
bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70%
energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar
fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras
habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi
yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah,
dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar
fosil dan energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon
bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga
mempengaruhi kesuburan tanah.
Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan
tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah
kaca sebesar 50%, demikian Panel Inter Pemerintah. Jika tidak melakukan apa-apa maka hal-hal
berikut akan membawa dampak yang merusak:


Sejumlah konsekuensi:

• Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak luas bagi manusia; terutama bagi
penduduk yang tinggal di dataran rendah, di daerah pantai yang padat penduduk di banyak
negara dan di delta-delta sungai. Negara-negara miskin akan dilanda kekeringan dan banjir.
Salah satu perkiraan adalah bahwa sekitar tahun 2020 sekitar _ penduduk dunia terancam
bahaya kekeringan dan banjir. Negara-negara miskin akan menderita luar biasa akibat
perubahan iklim – sebagian karena letak geografisnya dan juga karena kekurangan sumber
alam untuk penyesuaian dengan perubahan dan melawan dampaknya.
• Manusia dan spesies lainnya di planet sudah menderita akibat perubahan iklim. Proyeksi
ilmiah menunjukkan adanya peluasan dan peningkatan penderitaan, misalnya, tekanan
panas, bertambahnya dan berkembangnya serangga yang menyebabkan penyakit tropis baik
di utara maupun selatan katulistiwa. Juga adanya rawan pangan yang makin menignkat.
• Biaya tahunan untuk menangkal pemanasan global dapat mencapai 300 miliar dollar, 50
tahun ke depan jika tidak diambil tidakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Jika
pemimpin politik kita dan pembuat kebijaksanaan politik tidak bertindak cepat, dunia
ekonomi akan menderita kemunduran serius. Selama dekade lalu bencana alam telah
mengeruk dana sebesar 608 milliar dollar.
• Wakil PBB untuk Program Lingkungan Hidup mengemukakan pada Konvensi Kerangka
Kerja PBB pada Konferensi Perubahan Iklim ke-7 di Maroko November 2001 bahwa panen
makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 30% seratus tahun
mendatang akibat pemanasan global. Mereka cemas bahwa para petani akan beralih tempat
olahan ke pegunungan yang lebih sejuk, menyebabkan terdesaknya hutan dan terancamnya
kehidupan di hutan dan terancamnya mutu serta jumlah suplai air. Penemuan baru ini
menunjukkan bahwa sebagian besar dari rakyat pedesaan di negara berkembang sudah
mengalami dan menderita kelaparan dan gizi buruk tersebut.

Pengungsi akibat lingkungan hidup sudah berjumlah 25 juta di seluruh dunia
Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi:
• Apakah ada sesuatu yang baru dari semua ini bagi anda?
• Apa dampak dari fakta-fakta di atas untuk anda?





Keadaan genting dari planet kita sekarang ini disebabkan oleh konsumsi berlebihan, bukan oleh
80% penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi
86% dari seluruh sumber alam dunia



Apa yang diajarkan oleh iman kita?

Suatu Teologi yang efektif perlu dilandasi pada pengetahuan ilmiah tentang luas dan kompleksnya
perjalanan alam semesta.
St. Bonaventura mengikuti pengalaman St. Fransiskus megembangkan suatu teologi yang disebut
Sakramentalitas Ciptaan, yakni, jejak-jejak Kristus dalam dunia ciptaan. Dunia dihuni oleh yang
kudus. Semua makhluk ciptaan adalah suatu tanda dan pewahyuan Pencipta yang meninggalkan
jejak-Nya di mana-mana. Merusak dengan sengaja ciptaan berarti merusak gambar Kristus yang
hadir dalam segenap ciptaan.Kristus menderita tidak saja ketika manusia mengabaikan hak-haknya
dan dieksploitasi tetapi juga ketika laut, sungai dan hutan dirusakkan. Ketika ciptaan diakui sebagai
sakramen, yang menyatakan dan membawa kita kepada Allah, maka relasi kita dengan orang lain
juga ditantang untuk beralih dari dominasi dan kuasa ke rasa hormat dan takzim.


Mengapa kaum religius harus memperhatikan dan terlibat dalam masalah-masalah ekologi? Bumi
memiliki kekuatan besar untuk menanggung derita, tetapi hal itu tidak dapat terus menerus kalau
kita tidak menghendaki bahwa kemanusiaan di masa depan berada dalam bahaya. Kita sekarang
berada dalam posisi untuk melakukan sesuatu.
Dokumen Kepausan yang secara khusus berbicara tentang lingkungan dan masalah-masalah
pembangunan berjudul, “Berdamai dengan Allah Pencipta, berdamai dengan segenap ciptaan” (1
Januari 1990) menegaskan bahwa setiap orang Kristen mesti menyadari bahwa tugas mereka
terhadap alam dan ciptaan merupakan bagian esensial dari iman mereka (no.15).
Allah sang pemilik dunia tidak saja mendesak kita untuk memperhatikan keadilan sosial, yakni
relasi yang baik antara masyarakat, tetapi juga keadilan ekologis, yang berarti relasi yang baik
antara manusia dengan ciptaan lainnya dan dengan bumi sendiri. Sekarang ciptaan diakui sebagai
satu komunitas makhluk ciptaan dalam kaitan relasi dengan yang lain dan dengan Allah
Tritunggal. Keutuhan ciptaan adalah bagian esensial dari semua tradisi iman dan merupakan hal
penting karena dengannya dialog, kerja sama dan saling pengertian dapat dibangun.
Gereja dan kelompok antar-agama tentang perubahan iklim telah lama terlibat. Dalam atmosfer
ekumenis, kita harus merangkul sesama Kristen seperti juga non-Kristen untuk bekerja demi hal tersebut.
Inilah tantangan untuk kita di dunia masa kini:
• Kita mesti dapat membaca tanda-tanda zaman
• Kita belajar untuk mengambil disposisi bagi discerment.
• Kita memiliki sumber-sumber dan membangun jaringan kerja dan jaringan komunikasi
untuk menyampaikan pesan-pesan dan peringatan akan pemanasan global.
• Kita, melalui spiritualitas dan kharisma kita, memiliki komitmen pada rekonsiliasi dan
pemulihan keselarasan.
• Kita dipanggil untuk menjalankan peran profetis.
• Kita berasal dari masyarakat yang mengenal etika kesejahteraan umum dan etika solidaritas
dengan mereka yang menderita dan yang membutuhkankah perhatian.
Tugas kita sebagai religius adalah mengkontemplasikan keindahan dan kehadiran Allah dalam
segala sesuatu. Kontemplasi tersebut dapat membimbing kita kepada metanoia, pertobatan hati,
yang merupakan tempat yang bagus bagi kita semua untuk mulai menanggapi krisis planet kita,
krisis rumah kita, ciptaan Allah, ketika memasuki milenium baru ini.
Bagaimana tanggapan kita bergantung pada di mana kita hidup. Bagi mereka yang hidup dalam
masyarakat dan negeri-negeri yang ditandai konsumerisme dan materialisme, cara untuk hidup
dalam harmoni dengan ciptaan akan berbeda dengan mereka yang hidup dalam masyarakat dan
negeri di mana kebutuhan untuk hidup secara manusiawi sulit ditemukan.




Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi:
• Mengapa religius mesti terlibat dalam problem ekologi?
• Apakah ada alasan lain mengapa religius mesti terlibat?
• Sikap apa yang anda jumpai dalam diri sesama saudara dan saudari berkaitan dengan masalah lingkungan hidup?

Menuju Etika Lingkungan Kristiani
Elemen penting dari etika solidaritas mencakup:
• Pengakuan akan keluhuran ciptaan.
• Memasukan lingkungan hidup sebagai satu aspek dari kesejahteraan umum
• Membangun struktur lembaga bagi kesejahteraan umum
• Memperhatikan hubungan antara lingkungan dan pembangunan



Etika lingkungan yang mumpuni mesti mengintegrasikan ke dalamnya strategi pengembangan
ekonomi yang seimbang dengan lingkungan.

Hal pokok bagi etika adalah pengakuan akan yang lain dan tanggungjawab saya terhadap yang lain
Mengakui yang lain sebagai independen dan bernilai mendorong saya untuk menyesuaikan sikap
saya agar menaruh hormat pada sesama. Mereduksi makhluk non-manusia lainnya hanya sebagai
instrumen telah menyebabkan degradasi massal pada lingkungan hidup. Visi Kitab Suci, St.
Fransiskus, Hildegard dari Bingen dan banyak mistikus lainnya mengemukakan bahwa setiap
ciptaan memiliki dimensi moralnya sendiri, dikasihili oleh Allah.

Kita menyadari bahwa ada kesejahteraan umum internasional yang melampaui batas-batas local dan nasional
Perhatian terhadap laut, hutan, udara, binatang, ikan dan spesies tumbuhan sekarang ini tidak cuma
menjadi keprihatinan suat negara dan pemerintahannya. Masalah lingkungan mewajibkan kita
untuk merumuskan kembali kesejahteraan umum dalam lingkup gelobal.
Bila kita mengkonsumsi sumber alam kita lebih cepat dari proses penggantiannya atau
menghaburkan sumber-sumber alam yang tidak ada gantinya tanpa mempedulikan kebutuhan
generasi mendatang maka kita merampok modal mereka. Leonardo Boff berbicara tentang
kemanusiaan sebagai kesadaran akan bumi. Model refleksi seperti ini membantu kita untuk
mengevaluasi kembali keterkaitan seluruh ciptaan. Sementara manusia mempunyai tempat khas
dan peranan dalam keseluruhan rencana Allah bagi alam semesta, maka manusia tidak dapat
bertahan hidup tanpa relasi yang sehat dengan lingkungan sekitarnya. Manusia butuh ciptaan
lainnya agar hidup sementara ciptaan lainnya sebenarnya tidak membutuhkan manusia.
Sekarang ini perlu mengembangkan struktur yang dapat melindungi lingkungan global. Maksudnya
mengembangkan dan mendukung lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan persetujuan
internasional seperti Protokol Kyoto.

Masalah Lingkungan melampuai kompetensi negara masing-masing bangsa
Apa yang dapat kita kerjakan SEKARANG?
Keutuhan lingkungan yang nyata hanya akan dicapai dengan upaya terpadu dari semua pihak
Krisis lingkungan pada dasarnya adalah krisis nilai. Kita membutuhkan suatu model sikap untuk
melihat dunia secara berbeda.Lepas dari perubahan-perubahan yang ada kita dapat mulai dari gaya
hidup kita sebagai landasan, hal ini penting karena kita bekerja demi mengubah kebijaksanaan pada
level internasional dan nasional. Hal tersebut mencakup pangggilan kepada pertobatan ekologis
(bdk. Yohanes Paulus II, 17 Januari 2001), memperdalam pemahaman kita akan perubahan iklim
dan masalah-masalah ekologis. Pendidikan diperlukan agar masyarakat waspada tidak saja
terhadap lingkungan yang mengancam planet tetapi juga waspada terhadap mysteri yang mendasari
eksistensi planet.

Apa yang dapat dikerjakan kaum religius? Di sini diajukan sejumlah ide:
• Kaum religius dapat merancang cara melindungi sumber-sumber alam. Komitmen kita
terhadap gaya hidup kelompok merupakan peluang untuk memimpin upaya konservasi dan
daur ulang.
• Sejumlah orang dari kita yang memiliki pengetahuan lebih tentang komplexitas situasi
tersebut mungkin bahkan sudah mengubah gaya hidup dan terlibat dalam aksi politik demi
perubahan.
• Bagi yang lain, informasi dalam buku kecil ini mungkin suatu langkah awal untuk
memahami urgensi dari persoalan lingkungan
• Kaum religius senantiasa punya kontak dengan LSM yang berkiprah dalam bidang
lingkungan dan hal itu memungkinkan adanya kerja sama dalam sejumlah proyek atau
kampanye yang mereka jalankan. Periksalah jaringan aksi iklim global di website bagi
LSM di tempat anda yang menfokuskan diri pada perubahan iklim.
• Undanglah ahli lingkungan untuk berbicara di komunitas anda.
• Bekerja dengan kelompok tak punya tanah, pengembara, pengungsi, penduduk asli dan
dukunglah upaya mereka demi adanya tanah, air, hutan, dll
• Apa lagi...?


Apakah anda tahu bahwa untuk pertama kali dalam sejarah kita memiliki persetujuan yang
mengikat secara hukum (Protokol Kyoto) berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup, untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca. Tetapi agar menjadi operasional, hal tersebut mesti diratifikasi
oleh 55 negara (sampai saat ini ada 46 negara). Juga, ratifikasi itu mesti mencakup negara
penghasil 55% emisi gas rumah kaca dunia, yang berarti bahwa negara-negara inustri besar harus
meratifikasinya. Saat ini hanya sedikit negara industri besar yang meratifikasinya.



Secara pribadi dan komunitas kita dapat mempraktekkan tiga hal berikut:

Daur Ulang/menggunakan kembali:
• Memperhatikan kebiasaan konsumen, dan membeli atau menggunakan barang-barang yang
tidak dipaket. Mencari merk yang memperhatikan lingkungan dan sabun-sabun dan agenagen
pembersih.
• Mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik, kupasan buah segar dan sayur
mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng.
• Mulailah dengan membuat kompos. Tambahkan cacing dan juga daun-daun, ranting-ranting
dan kotoran dari kebun dan kompos itu akan menjadi pupuk alam untuk tanah.
• Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang bahanbahan
sisa dan alat-alat elektro seperti tv dan komputer.
• Apa lagi ...?

Mengurangi
• Hemat dalam menggunakan air
• Mengurangi pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang
• Mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol dan
menggunakan energi efisien.
• Mengurangi penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi.
• Apa lagi...?

Mengingatkan
• Pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi
pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap relevan.
• Mendorong pengusaha setempat agar mengurangi produk-produk paket.
• Mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya dalam
system yang efisien.
• Mengingatkan pemerintah akan komitmen mereka pada deklarasi dan protokol-protokol
demi lingkungan hidup
• Mengingatkan siapa saja agar hidup sederhana di bumi ini dan mengingatkan agar selalu
menggunakan dan mendaur ulang barang yang digunakan.
• Apa lagi...?
Untuk terlibat dalam mempromosikan Piagam Bumi maka tersedia dalam pelbagai bahasa.
Hubungi: http://www.earthcharter.org
Hubungi departemen lingkungan hidup dan politisi di negeri anda. Tanyakan apa yang mereka
kerjakan berkaitan dengan persetujuan Protokol Kyoto. Jika anda tinggal di AS, yang
mengundurkan diri dari Protokol Kyoto, tulislah ke Presiden dan mintalah padanya untuk
mempertimbangkan kembali agar menyepakati Protokol tersebut. Hubungi koordinator lokal PBB
(biasanya ada di kantor bagian pengembangan PBB di negeri anda, untuk mengetahui proyek apa
saja yang dijalankan PBB di negeri anda berkaitan dengan perubahan iklim. Daftar negara yang
sudah dan belum meratifikasi Prtokol-Protokol ada pada: http://www.unfcc.int
Untuk doa dan refleksi
Ketika selesai membaca buku kecil ini kami menganjurkan anda berkumpul dalam komunitas anda
atau dengan sahabat-sahabat untuk suatu refleksi dan doa bersama. Aturlah tempat untuk
doa...semangkuk air, lilin, tanah


Ajakan untuk berdoa:
Menjaga lingkungan hidup berarti ajakan untuk memperhatikan semua ciptaan dan untuk menjamin
kegiatan manusia, sambil mengolah alam, manusia tidak merusak keseimbangan dinamika yang ada
di antara semua makhluk hidup yang bergantung pada tanah, udara dan air bagi keberadaannya.
Isyu lingkungan hidup telah menjadi inti pemikiran sosial, politik dan ekonomi karena degradasi
yang seringkali menyebabkan penderitaan kelompok miskin dari masyarakat. Resiko akibat
perubahan iklim dan bertambahnya bencana alam mendorong untuk mempersoalkan kembali
keyakinan masyarakat modern. Berkembangnya gap antara kaya dan miskin tidak boleh membuat
orang acuh tak acuh dan mencegah penggunaan berlebihan sumber-sumber alam dan mencegah
percepatan hilangnya spesies-spesies. (Cardinal Fracis Xavier Nguyen Van Thuan, Presiden
Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian).


Doakan bersama-sama Mzm 148 ay 1-10.
Mengambil waktu untuk berdiam diri sambil merefleksikan pertanyaan-pertanyaan berikut:
Ketika anda membaca buku kecil ini apa yang sungguh mengesankan bagi anda?
Sikap apa yang muncul dalam diri anda?
Apa anda pernah memperhatikan tanda-tanda pemanasan global di tempat anda hidup?
Apakah dokumen kongregasi anda (Konstitusi, Hasil-Hasil Sidang, dll) mengacu kepada
penghormatan terhadap ciptaan?
Apakah Konferensi Uskup membuat pernyataan berkaitan dengan pemanasan global?
Apa juga Konferensi Uskup juga mengingatkan hal itu kepada Gereja lokal?
Ajakan untuk aksi:
Tindakan nyata mana yang akan anda ambil untuk menindaklanjuti konsern anda pada pemanasan
global?


Doa Penutup
Segala pujuan bagi-Mu ya Tuhanku, melalui segala yang telah Kauciptakan. Pertama-tama,
Saudara Matahari yang membawa terang siang...betapa indah dia, bertapa bercahaya dalam segala
sinarnya. Dia memperlihatkan keserupaan dengan Engkau yang mahatinggi. Segala pujian bagi-
Mu ya Tuhanku, karena Saudari Bulan dan Bintang-Bintang: Engkau menciptakan mereka di
langit, bersinar, luhur dan indah. Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku, karena saudari air, amat
berguna dan merendah, luhur dan indah. Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku karena saudara api
dengannya Engkau menerangi malam... Segala pujian bagi-Mu ya Tuhanku karena Saudari Bumi,
ibu kami, yang memberi kami makan dan menghasilkan aneka buah-buahan dengan bunga-bunga
indah serta rerumputan. Pujian dan Berkat Tuhanku dan bersyukurlah kepada-Nya, dan layanilah
Dia dengan rendah hati.
Ringkasan dari Kidung Sang Surya (Fransiskus Assisi)
Untuk informasi dan agar anda mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai masalah ini
dan apa yang harus anda buat:
Sejumlah website dan sumber-sumber lainnya (dalam pelbagai bahasa)
1. Greenpeace : http://www.greenpeace.org/
2. Climate Voice : http://www.climatevoice.org/
3. “Earth Charter” : http://www.earthcharter.org/
4. Friends of the Earth : http://www.foei.org/
5. Planet Ark : http://www.planetark.org/index.cfm
6. International Institute for Sustainable Development : http://www.iisd.ca/
7. Union of Concern Scientist: http://www.ucsusa.org/warming/index.html
8. UN Framework Convention on Climate Change: http://www.unfccc.int
9. World Wildlife Fund: (penjelasan sederhana mengenai perubahan iklim dalam empat bahasa):
http://www.panda.org/resources/publications/climate/crisis/crisis.htm
10.UN Environment Program : http://www/unep.org
11.UN Development Program: http://www.undp.org
12.Food and Agricultural Organisation: http://www.fao.org
13. Aliance for Religous and Conservation: http://www.religionandconservation.org
14. Climate Action Network: http://www.climatenetwork.org
15. World Council of Churches Climate Change Programme: David G. Hallman, WCC Climate
Change Programme Coordinator, c/o The United Church of Canada, 3250 Bloor Street West,
Toronto, ON, Canada M8X 2Y4. Telp. 1-416-231-5931 – Fax. 1-416.231.3103 – Email:
dhallman@sympatico.ca
Sumber-sumber dalam aneka bahasa:
Jerman :
http://www.hamburger-bildungsserver.de/welcome.phtml?unten=/klima/infpthek.htm
http://www.klimaschutz.de/kbklima/
http://www.klimabuendnis.at/daskb/index.html
http://www.treibhauseffekt.com/
Spanyol
http://www.pangea.org/personasenaccion/
http://www.ine.gob.mx/
http://www.lareserva.com/
Perancis
http://www.agora21.org/mies/chan-clim1.html
http://www.fr.fc.yahoo.com/r/rechaufement.html
Teks-Teks Kitab Suci
Kejadian : 1:1-2:3; 9:9-11
Keluaran : 3:7-10; 15:22-27; 23:10-12
Imamat : 25:1-24
Kebijaksanaan: 11:24-26
Yesaya : 11:1-9; 40:12-31
Daniel : 3:57dst
Mazmur : 8;19;24;104:16-23;136;148:1-4 dan 7-10
Amsal : 8:22-31
Markus : 5:35-41; 12:19-31
Matius : 5:1-14;6:26-30; 12:22-34
Lukas : 16:19-31
Yohanes : 9; 12:23-26
Roma : 8:18-25
Kolose : 1:15-20
Wahyu : 21:1-5; 6:16-21
1 Korintus : 3:9
Dokumen Gereja
(carilah juga dokumen sinode Uskup dan dokumen-dokumen regional)
Pesan pada Hari Perdamaian dari Yohanes Paulus II (1 Januari 1990): Berdamai dengan Allah
Pencipta, damai dengan seluruh Ciptaan.
Katekismus Gereja Katolik : 229-301;307;339-341;344; 2415-2418.
Ensiklik Populorum Progressio 23-24
Ensiklik Fides et Ratio 104
Ensiklik Centesimus Annus 37-38
Ensiklik Laborem Exercens 4
Ensiklik Mater et Magistra 196.199
Surat Apostolik Octogesima Adveniens 21
Surat Ensiklik Redemptor Hominis 8.15
Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis 26.29.34
Hari-hari Lingkungan Hidup
22 Maret Hari Internasional Air
22 April Hari Bumi
22 Mei Hati Internasional Keragaman Hayati
5 Juni Hari Lingkungan Hidup
17 Juni Hari Internasional Melawan Desertifikasi
16 September Hari Perlindungan Lapisan Ozon
Jika anda mempunyai ide, anjuran atau komentar mengenai isi buku kecil ini, silahkan
menghubungi Koordinator KPKC dari Kongregasi anda

You Tube....